Ahad 07 Jan 2024 04:34 WIB

Insiden di Boyolali dan Manado Terkait Pengendara tak Tertib di Jalan Raya

Penegakan hukum di jalan harus dilaksanakan demi meredam potensi gangguan kamtibmas.

Insiden yang terjadi di depan Markas Kodam XIII/Merdeka, Kota Manado, Sulawesi Utara, Jumat (5/1/2024).
Foto: Republika.co.id
Insiden yang terjadi di depan Markas Kodam XIII/Merdeka, Kota Manado, Sulawesi Utara, Jumat (5/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekerasan, penganiayaan, maupun tindakan yang melukai orang lain tidak boleh dilakukan oleh siapa pun. Setiap kekerasan yang melanggar hukum, patut dilakukan penegakan hukum dan ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) 2016-2020, Andrea H Poeloengan menjelaskan, insiden di Boyolali, Jawa Tengah dan diikuti di Manado, Sulawesi Utara, bisa meluas jika tidak dicegah. Hal itu karena konflik serupa bisa terjadi di daerah lain menjelang Pemilu 2024.

Baca Juga

Menurut dia, berpola yang hampir sama, diawali dengan bergerombol, ketidaktertiban berlalu lintas, dan dugaan pengaruh lalu bertidak memprovokasi karena tidak peka dan berempati dengan lingkungan sekitar, akhirnya terjadi tindak kekerasan.

"Sayangnya, hal-hal tadi, yang terjadi di Boyolali dan Manado ini memang melibatkan sejumlah oknum TNI sebagai pelaku kekerasan," kata Andrea di Jakarta, Sabtu (6/1/2024). Meski begitu, ia mendapati, ada kelompok masyarakat yang merasa tidak keberatan atas kekerasan tersebut.

Hal itu karena kelompok masyarakat selama ini merasa menjadi korban dari ulah kelompok lain yang ugal-ugalan di jalanan dengan seenaknya melawan hukum. Ketika penegak hukum dan pemerintah tidak dapat meredam pelanggaran hukum, menurut Andrea, yang terjadi akhirnya muncul penegakan hukum dengan kekerasan.

"Siapa yang merasa terganggu dia akan melawan dengan caranya sendiri. Padahal, UUD 1945 sudah menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum," ujar Andrea.

Dia pun memprediksi kekerasan di Boyolali dan Manado bisa menular ke daerah lain jika akar persoalan dibiarkan. Andrea pun berpesan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak diharapkan bisa mengontrol prajurit untuk menahan diri dari provokasi pengendara motor yang tidak patuh berlalu-lintas.

"Kapolri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo) juga diharapkan dapat menginstrusikan jajarannya untuk penertiban kerumunan massa, kelompok masyarakat yang minum minuman keras, serta pembatasan peredaran kendaraan ilegal, dan pengendara tidak tertib di jalan dapat menjadi gangguan kamtibmas," kata Andrea.

Dia menyebut, penegakan hukum sudah seyogianya dilaksanan sebagai upaya pertama dan jangka pendek dalam meredam potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Hal itu sambil sejalan dengan upaya melaksanakan reventif dan preemptif.

"Kesegeraan ini diperlukan karena kita sudah menghadapi masa puncak kampanye Pemilu 2024, yang mana konsentrasi konsentrasi massa semakin banyak. TNI dan Polri tidak dapat bekerja sendiri sendiri dan perlu memiliki komunikasi yang baik agar bersinergi dalam penegakan ketertiban sosial," ucap Andrea.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement