Senin 01 Jan 2024 17:39 WIB

Dua Pekerjaan Rumah Besar Pemerintah; PMI Ilegal dan TPPO

Jangan sampai warga Indonesia mendapatkan tawaran ilegal.

Para tersangka dihadirkan saat rilis kasus penipuan penjualan tiket konser coldplay di di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (5/6/2023).Subdit IV Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya berhasil melakukan pengungkapan kasus penipuan melalui media elektronik terkait penjualan tiket konser Coldplay dengan mengamankan 4 orang tersangka dengan total kerugian dari tiga korban sebesar Rp 23.350.000.
Foto: Republika/Prayogi
Para tersangka dihadirkan saat rilis kasus penipuan penjualan tiket konser coldplay di di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (5/6/2023).Subdit IV Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya berhasil melakukan pengungkapan kasus penipuan melalui media elektronik terkait penjualan tiket konser Coldplay dengan mengamankan 4 orang tersangka dengan total kerugian dari tiga korban sebesar Rp 23.350.000.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani menilai meski upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) terus menunjukan catatan positif, namun maraknya temuan PMI Ilegal dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih jadi pekerjaan rumah pemerintah.  Hal tersebut disampaikan Christina sebagai bagian catatan akhir tahun 2023 terkait PMI.

"Tahun 2023 jadi momentum baik kita dalam komitmen memberikan pelindungan bagi PMI dan pemberantasan TPPO yang ditandai dengan komitmen langsung Presiden bersama negara-negara Asean atas isu ini saat KTT Asean di Labuan Bajo terakhir," kata Christina dalam keterangannya, Senin  (1/1/2024).

Baca Juga

Menurut Christina, pada level pelaksanaan, pemerintah secara perlahan mulai memperbaiki skema pengiriman PMI ke luar negeri yang lebih memastikan perlindungan untuk mereka. Selaras dengan itu, pemerintah memberi perhatian serius pada sosialisasi ke masyarakat agar menggunakan jalur legal jika ingin berangkat kerja ke luar negeri sehingga tidak terjebak pada tawaran ilegal yang memang masih marak ditemukan.

"Meski masih banyak kasus ditemukan pemberangkatan secara ilegal, namun kita apresiasi ada upaya kuat memerangi praktik sindikat dari hulu hingga hilir. Termasuk kami apresiasi skema G to G BP2MI memberangkatkan PMI ke Korea Selatan, Jepang dan Jerman, maupun skema Private  to Private, maupun UKPS semuanya berjalan cukup baik dan transparan," ucap Christina.

Diketahui untuk semua skema di tahun 2023, BP2MI telah melakukan penempatan sebanyak 273.747 Pekerja Migran Indonesia, jumlah tersebut melampaui jumlah penempatan tahun 2022 sebanyak 200.761 orang.

Selain itu keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141 Tahun 2023 tentang Ketentuan Impor Barang Pekerja Migran Indonesia (PMI) menjadi bagian penting yang perlu diapresiasi. Aturan yang telah diundangkan pada 11 Desember 2023 tersebut ke depannya akan memberikan kemudahan pengiriman barang milik PMI dari luar negeri.

"Kita paham PMI mempunyai kontribusi signifikan terhadap ekonomi kita. Maka aktivitas mereka perlu kita dukung," ungkapnya.

Anggota Fraksi Partai Golkar tersebut mengingatkan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum pada upaya pihak tertentu yang masih memberangkatkan PMI secara ilegal ke luar negeri yang kerap ditemukan sampai saat ini.

"Hampir setiap bulan kita monitor selalu ada pengungkapan baik oleh Polri maupun TNI yang ketahuan masuk jalur pemberangkatan ilegal. Dan mungkin lebih banyak lagi yang lolos dan tidak terungkap. Ini harus jadi catatan soal pentingnya sosialisasi ke masyarakat agar tidak tergiur berangkat ilegal, sekaligus pada sisi aparat kita untuk meningkatkan pengawasan," ujarnya.

Christina juga mengapresiasi Satgas TPPO yang dinilai berhasil mengungkap sejumlah kasus perdagangan orang. Sebab sejak Satgas TPPO dibentuk Juni 2023 lalu, sekurang-kurangnya pada periode 5 Juni - 14 Agustus 2023, polisi mendapatkan ratusan laporan dan berhasil menangkap dan menetapkan 901 orang sebagai tersangka kasus perdagangan orang.

"Ini kita apresiasi, tetapi masyarakat butuh komitmen dan konsistensi serta tidak tebang pilih dalam pengungkapan. Artinya siapa pun yang terlibat harus diproses, dimulai dari aktor-aktor intelektualnya. Patut diduga masih banyak kasus perdagangan orang yang belum sepenuhnya terungkap. Ini patut menjadi catatan tersendiri," tutur Christina. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement