Kamis 28 Dec 2023 18:39 WIB

Rektor IPB Soroti Pemilu 2024: Indonesia Butuh Pemimpin dan Pemilu yang Berkualitas

Indonesia dipercaya butuh dua kali pemilu lagi untuk pemilu berkualitas.

Rektor IPB University, Arif Satria.
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Rektor IPB University, Arif Satria.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Indonesia membutuhkan pemilu yang berkualitas dan kaya akan gagasan. Ini agar pemilu Indonesia bisa menghasilkan pemimpin substansial yang dibutuhkan rakyat. Bukan sekadar pemimpin elektoral yang hanya berbasis pemenangan suara terbanyak. 

Hal ini disampaikan Rektor IPB University Prof Arief Satria dalam Diskusi Refleksi Dinamika Perjalanan Bangsa Tahun 2023 dan Proyeksi 2024, Kamis (28/12/2023) pagi. 

Baca Juga

Turut berbicara dalam diskusi ini adalah Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB Dr Irfan Syauqi Beik, ekonom senior IPB University yang juga anggota Dewan Pakar ICMI Prof Didin S Damanhuri, Guru Besar FEM IPB University Prof Yusman Syaukat, dan Ketum Dewan Dakwa Islamiyah Indonesia Dr Adian Husaini.

Prof Arif Satria membawakan pidato utama dalam diskusi. Secara khusus ia menyoroti dampak perubahan global dan Pemilu Legislatif - Pemilu Presiden 2024 yang amat penting. Ia mengakui demokrasi di Indonesia belum matang. Ini mengacu pada fenomena sekadar berebut suara dengan pertarungan gagasan antar calon legislatif maupun calon presiden dan calon wakil presiden.

Mengutip dari pengalaman negara lain, demokrasi bisa dianggap matang setelah melewati tujuh kali pemilu. “Indonesia dengan Pemilu 2024, baru lima kali. Butuh dua kali pemilu lagi,” kata dia.

Perubahan yang substansial, ia menekankan, penting bagi rakyat Indonesia. Apalagi dengan kondisi saat ini, kata dia, di mana dunia amat cepat berubah. Perubahan yang tadinya berdampak besar di dunia saban 2.000 tahun, sekarang makin singkat. 

“Perubahan dalam 10 tahun ke depan akan dahsyat,” kata pria yang juga menjadi Ketum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Karena perubahan teknologi dan situasi makin cepat terjadi, maka akan berdampak langsung pada sumber daya manusia. Arif menganalogikan, skill digital yang saat ini menjadi amat penting, bisa berubah dalam lima tahun ke depan.

Sehingga, ia menyebut, butuh pemimpin yang mampu cepat merespons situasi tersebut. Pemimpin itu harus bisa menghasilkan kebijakan yang memberi manfaat sistemik ke seluruh level masyarakat, mampu menelurkan kebijakan yang membawa efek berantai yang besar ke publik, serta berdampak dahsyat. 

Ekonom senior IPB, yang juga anggota Dewan Pakar ICMI, Prof Didin S Damanhuri juga membicarakan perubahan di Indonesia. Ia mengatakan, seluruh komponen bangsa harus waspada. 

Sebab sejarah memperlihatkan, perubahan lewat pemilu selalu memiliki dua sisi pada negara. Bisa menjadi lebih demokratis dan makmur, atau justru mengoyak negara tersebut. 

“Pemilu harus menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan juga pemerataan ekonomi,” kata Prof Didin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement