Jumat 22 Dec 2023 16:10 WIB

China Ogah Gabung Koalisi AS dkk Perangi Houthi di Laut Merah

Beijing dilaporkan tidak tertarik bergabung dengan Operasi Penjaga Kemakmuran.

Sebuah perahu berlayar melewati kapal kargo Galaxy Leader, yang disita oleh Houthi di lepas pantai pelabuhan Al-Salif di Laut Merah di provinsi Hodeidah, Yaman, Selasa (5/12/2023).
Foto: EPA-EFE/YAHYA ARHAB
Sebuah perahu berlayar melewati kapal kargo Galaxy Leader, yang disita oleh Houthi di lepas pantai pelabuhan Al-Salif di Laut Merah di provinsi Hodeidah, Yaman, Selasa (5/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani, Lintar Satria

Pemerintah China dilaporkan enggan untuk memenuhi permintaan bantuan dari Amerika Serikat lewat Menteri Luar Negeri Antony Blinken agar pasukan milter Negeri Tirai Bambu ikut bergabung dalam koalisi melawan militan Houthi di Yaman untuk melindungi jalur perdagangan di Laut Merah. Diketahui, sejauh ini negara-negara anggota NATO seperti Inggris, Kanada, Prancis, Italia, Norwegia, dan Belanda menjanjikan dukungan bagi Operasi Penjaga Kemakmuran untuk melindungi kapal-kapal dagang yang transit antara Asia dan Eropa.

Baca Juga

Beijing, seperti dilaporkan Politico, Jumat (22/12/2023), memberikan isyarat, bahwa mereka tidak tertarik untuk bergabung ke operasi bentukan AS itu.

"Kami percaya pihak-pihak relevan, khususnya negara-negara besar yang memiliki pengaruh, harus memainkan peran konstruktif dan bertanggung jawab dalam menjaga keamanan kapal-kapal di Laut Merah," ujat juru bicara Menteri Luar Negeri China, Wang Wenbin, Kamis (21/12/2023).

Rujukan Wang atas "negara-negara berpengaruh" merefleksikan pengakuan Beijing, bahwa AS dan sekutunya lebih mampu mengumpulkan secara segera kekuatan angkatan laut untuk melindungi kapal-kapal di Laut Merah, dibandingkan China. Dalam keterangannya, Wang tidak menegaskan apakah Beijing akan menggunakan privilese hubungan dekatnya dengan Iran, negara  yang mendanai dan mempersenjatai Houthi, untuk mengakhiri serangan para militan.

Seperti ditegaskan juru bicara Houthi, Mohammed Abdulsalam, dikutip Reuters, pada Kamis, mereka akan melanjutkan serangan tanpa memedulikan terbentuk atau tidaknya koalisi bentukan AS di Laut Merah. Diyakini, serangan Houti mempengaruhi 15 persen dari total perdaganan dunia di mana kapal-kapak menjadi harus mengubah rute lebih jauh untuk sampai tujuan ketimbang melewati Selat Bab Al-Mandeb agar bisa mencapai jalur pintas yakni, Terusan Suez di Mesir.

Pada awal bulan ini, lewat sambungan telepon langsung dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi, Antony Blinken mengakui kekhawatirannya atas serangan Houthi meningkat dengan menyebut kondisi di Laut Merah, "ancaman terhadap keamanan laut dan hukum internasional yang tidak dapat diterima." Juru bicara Kemenlu AS, Matthew Miller dalam keterangan pers kemarin, pun sempat mengangkat harapan Washington atas bantuan China di Laut Merah.

"Serangan Houthi juga mengganggu China… Jadi iya, kami akan menyambut China memainkan peran konstruktif dalam upaya mencegah serangan-serangan itu," kat Miller.

Pernyataan Wang pada Kamis merefleksikan sikap pasif Beijing terhadap krisis di Timur Tengah sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober dan perang Israel-Hamas yang masih berlangsung dan mengakibatkan puluhan warga sipil ikut terbunuh. Meski diketahui, setelah insiden 7 Oktober, Beijing mengirimkan utusan khusus ke Timur Tengah, Zhai Jun dengan tujuan dapat "mendinginkan situasi". Namun, misi diplomatik Zhai tak sampai pada pertemuan dengan pemerintah Israel dan Otoritas Palestina.

 

photo
Israel kembali menggempur Jalur Gaza setelah berakhirnya gencatan senjata pada Jumat (1/12/2023) pagi. - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement