REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- OIC Youth Indonesia dan Center for Uyghur Studies menggelar seminar bertema solidaritas dan update terkini terkait Muslim Uighur, di Jakarta, Selasa (19/12/2023). Direktur Eksekutif Center of Uyghur Studies Abdulhakim Idris, Presiden OIC Youth Indonesia Astrid Nadya Rizqita, dan peneliti Uyghur dari STAI Persis, Imam Sopyan, hadir sebagai pembedah.
Menurut Astrid Nadya Rizqita, seminar tersebut merupakan bagian dari rangkaian seminar yang diselenggarakan di berbagai kota Indonesia mulai dari 8-18 Desember 2023. Adapun lokasi seminar bertema 'Uyghur Plight: Call for Solidarity', mencakup Yogyakarta, Makassar, Jakarta, Bandung, dan Medan.
"Seminar ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan solidaritas terhadap situasi yang dihadapi oleh masyarakat Uighur," ujar Astrid.
Menurut dia, advokasi dan peningkatan kesadaran terhadap isu Uighur telah menjadi fokus organisasi OIC Youth Indonesia sejak pendiriannya. Melalui pendekatan HAM dan antiislamofobia, OIC Youth Indonesia berkomitmen untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan memerangi ketidakadilan.
"Kami, sebagai civil society, melakukan tugas kami untuk raise awareness. Selain itu, kami sangat paham bahwa Indonesia memiliki landasan politik luar negeri bebas aktif, dan ini bukan berarti kita netral, tapi bagaimana bersikap sesuai pada nilai-nilai," ucap Astrid.
Abdulhakim Idris selaku narasumber utama memberikan pemahaman mendalam terkait situasi Uyghur, dengan menggambarkan penindasan yang telah berlangsung selama lebih dari 70 tahun. "Pemerintah Tiongkok menghilangkan statistik di Xinjiang pada akhir 2019, menyulitkan pemantauan dunia," ungkapnya.
Dia juga menyoroti isu kerja paksa yang menimpa warga etnis Uighur, ketika dipaksa bekerja 12 jam sehari. Dia mengeklaim, mereka diharuskan mengikuti kelas pembelajaran Partai Komunis pada malam hari. "Pembatasan kebebasan beragama juga menjadi isu serius, dengan keluarganya ditahan di kamp konsentrasi," ucap Idris.
Menurut Idris, dalam perjalanan seminar mereka di berbagai kota di Indonesia, pihaknya membawa laporan dan buku untuk menguraikan situasi di Uighur, membahas islamofobia, serta memberikan pemahaman mendalam mengenai sejarah dan budaya Uighur.
"Misi Center for Uyghur Studies adalah mempelajari sejarah, budaya, politik Uighur, dan mempromosikan karya sastra serta tokoh sejarah Uighur kepada dunia," ucap Idris.
Peneliti Uighur Imam Sopyan, menyoroti sejarah panjang bangsa Uyghur sejak abad ke-5 dan 6 "Dari pendekatan budaya dan peradaban, akan sangat disayangkan jika bangsa Uyghur terhapus dan punah," tambahnya.
Sekjen OIC Youth Indonesia Adlan Athori, selaku ketua penyelenggara seminar menyampaikan, konferensi ini memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan, aktivis, dan masyarakat umum untuk mendengarkan pembaruan terkini mengenai isu Uyghur dan bersatu dalam menyuarakan keadilan.