REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menanggapi wacana pemilihan gubernur Jakarta yang akan diatur dalam rancangan undang-undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Menurutnya, ada dua pilihan tergantung status Jakarta nantinya.
"Kalau kita mau konsisten sama otonomi daerah, (gubernur) dipilih (rakyat). Kecuali mau bikin kota administratif, kalau itu silakan ditunjuk (presiden). Itu aja dua pilihannya," ujar Ganjar di Gedung SMESCO, Jakarta, Jumat (8/12/2023).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi menjelaskan maksud pemilihan gubernur Jakarta yang diatur dalam rancangan undang-undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Jelasnya, hal tersebut tak menghilangkan demokrasi sepenuhnya.
Diketahui, dalam Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ dijelaskan, gubernur, dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden. Dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
"Gubernur Jakarta itu diangkat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD. Sehingga usulan atau pendapat dari DPRD itu, DPRD akan bersidang siapa nama-nama yang akan diusulkan," ujar Baidowi kepada wartawan, Selasa (5/12/2023).
"Itu proses demokrasinya di situm Jadi tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang, karena demokrasi itu tidak harus bermakna pemilihan langsung," sambungnya.
Ia menjelaskan, pemilihan gubernur oleh presiden menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan di Jakarta. Termasuk yang paling utama itu dalam sistem pemerintahannya.
Bahkan awalnya ada pandangan, gubernur Jakarta dipilih langsung oleh presiden tanpa meminta pendapat DPRD. Namun ada yang mengingatkan, Pasal 18a Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjelaskan bahwa kepala daerah otonom harus dipilih oleh rakyat.
"Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi, jadi ketika DPRD mengusulkan yaitu proses demokrasinya di situ. Sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," ujar Baidowi.