REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. menilai kritik Ade Armando terhadap Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai tanpa dasar dan ahistoris. Armando menyatakan bahwa politik dinasti telah terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan penetapan gubernur dan wakil gubernur.
“Ngomong itu bebas, tapi kalau tak punya dasar, namanya ngawur. Gubernur dan wakil gubernur DIY itu ditetapkan melalui UU Keistimewaan. Kalau ada yang mempermasalahkan itu, berarti dia ahistoris dan tak memahami konstitusi,” ujar Gus Hilmy dalam perbincangan dan keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id pada Senin siang (04/12/2023).
“Barangkali dia juga kurang memahami tentang politik dinasti dan sistem monarki, hanya mengikuti tren pembicaraan nasional. Namanya juga pegiat media sosial, tapi sebagai akademisi ya jangan begitulah, apalagi dia caleg,” katanya.
Pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut menyampaikan, dalam UU Keistimewaan tahun 2012, gubernur dan wakil gubernur DIY disyaratkan bertahta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon gubernur dan bertakhta sebagai adipati paku alam untuk calon wakil gubernur.
Hal ini, menurut Gus Hilmy, menjadi salah satu pengakuan pemerintah terhadap peran Keraton Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman pada masa lalu. Dari peran itu, menurutnya, mudah dipahami mengenai status keistimewaan Yogyakarta.
“Sebelum kemerdekaan Republik ini, Keraton Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman sudah memberikan sumbangsihnya yang sangat besar. Kan kita mengenal Yogyakarta tidak sekadar sebagai kota pelajar, tetapi juga kota pergerakan, kota revolusi, dan pernah menjadi ibu kota negara. Ini kan sebenarnya mudah dipahami, mengapa DIY mendapatkan status istimewa. Memang harus ada pembeda antara yang istimewa dengan yang lainnya,” kata Gus Hilmy.
Meski demikian, Gus Hilmy meminta masyarakat untuk tidak terlalu reaktif dalam menanggapi kritik Ade Armando tersebut dan tetap menciptakan suasana yang kondusif. Apalagi pegiat media sosial itu sudah meminta maaf.
“Terlalu besar energi kita untuk mengurusi satu orang. Terlebih, hari ini suasana politik sedang panas-panasnya. Mari kita ciptakan suasana yang damai sebagaimana slogan kita, Yogyakarta berhati nyaman. Dia sudah meminta maaf, ya kita maafkan. Tapi tetap kita catat namanya,” ujar Gus Hilmy.