REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Badan Penanggulangan Bencana Darah (BPBD) Bali mengumumkan penggunaan sistem baru dalam alarm peringatan dini tsunami. Semula, alarm tersebut dari Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) yang berbasis satelit dan GSM, kini diubah menjadi B-TEWS yang berbasis radio dan GSM.
“Pergantian ini sebagai strategi Pemprov Bali untuk mengembangkan sistem peringatan dini yang lebih efektif, efisien, dan dapat dikolaborasikan dengan multi sektor tanpa mengurangi kehandalannya,” kata Kepala Pelaksana BPBD Bali I Made Rentin di Denpasar, Ahad (26/11/2023).
Dia menjelaskan, sistem B-TEWS ini terdiri atas sembilan titik sirine yang tersebar di pesisir pantai dengan risiko bencana tsunami serta padat penduduk dan aktivitas perekonomian seperti Seminyak, Tanjung Benoa, Serangan, Sanur, Kuta, Kedonganan, ITDC, Tabanan, dan Seririt. “Dibangun dengan tiga repeater, yaitu Repeater Ungasan, Puncak Mundi, dan Gunung Kutul, keseluruhan sistem ini dikelola dan diawasi oleh UPTD Pengendalian Bencana Daerah BPBD Bali yang beroperasi selama 24 jam,” kata Rentin.
Meski sistemnya diubah menjadi berbasis radio, BPBD Bali menjamin seluruh perangkat alarm berfungsi optimal, lantaran secara rutin tanggal 26 setiap bulannya telah dilakukan uji coba. Diketahui bahwa inovasi ini digagas oleh I Gede Agung Teja Busana Yadnya selaku Sekretaris BPBD Bali yang berpengalaman di bidang kebencanaan, sehingga selama ini tahu betul mahalnya biaya pemeliharaan Ina-TEWS.
"Sparepart sangat mahal bila menggunakan sistem yang lama. Bayangkan saja biaya perawatan atau maintenance per unit bisa lebih dari Rp 100 juta. Coba dikalikan saja, ada sembilan unit, hampir mendekati Rp 1 miliar," katanya.
Proses uji coba B-TEWS sendiri sudah ia mulai sejak Mei 2023 dengan memanfaatkan sistem radio digital menggunakan pulsa melalui kartu GSM, dan secara konsisten sirine peringatan dini tsunami tetap menyala meski tanpa satelit. Agung Teja mengakui mahalnya sistem Ina-TEWS menyulitkan Pemprov Bali untuk menambah infrastruktur jaringan sirine sehingga cakupan layanan peringatan dini sangat rendah, padahal masyarakat pada zona bahaya tsunami yang mendapat akses peringatan tidak sampai lima persen.
Sementara konsensus global yang dihasilkan pada konferensi Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) tahun 2022, menyatakan bahwa setiap penduduk atau 100 persen penduduk harus mendapatkan layanan peringatan dini bencana pada tahun 2030. “Provinsi Bali mengambil langkah cepat dengan inovasi baru B-TEWS. Ini dilakukan agar jangan sampai wilayah Bali tidak memiliki sistem peringatan dini tsunami, sebab hasil kajian risiko bencana menunjukkan bahwa Bali adalah salah satu wilayah rawan bencana,” katanya. Guna memelihara keandalan sistem yang hanya ada di Bali ini, BPBD Bali akan tetap rutin uji coba setiap bulan pada tanggal 26 pukul 10.00 WITA untuk membuktikan bahwa alarm berjalan lancar dan normal seperti sediakala.