REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Persatuan Islam (Persis) menyayangkan kerusuhan yang terjadi di Bitung, Sulawesi Utara, yang menelan korban jiwa. Wakil Ketua Umum PP Persis Prof H Atip Latipulhayat LLM PhD meminta, pemerintah mengusut tuntas kasus tersebut.
Selain itu, Prof Atip meminta Kepolisian RI agar mengusut tuntas bentrokan antara kubu pro Palestina dan pro Israel. "Pemerintah harus menindak tegas para provokator dan para pelaku sesuai hukum yang berlaku. Mereka jelas melawan sikap resmi negara yang mendukung Palestina," ujar Prof Atip, usai menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Musykernas) di Bandung selama 2 hari 24 - 26 November 2023, Ahad (26/11).
Di sisi lain, Prof Atip melihat, kasus kerusuhan di Bitung merupakan upaya provokasi yang sangat jelas. Sehingga, menimbulkan kerusuhan.
"Pemerintah harus segera mengusut dan memberikan tindakan tegas pada pelaku provokator," katanya.
Prof Atip menilai, provokasi dan tindakan yang memicu kerusuhan merupakan perlawanan terhadap sikap resmi Pemerintah Indonesia, yakni anti-Israel dan tidak mendukung penjajahan oleh Israel.
"Semua bentuk dukungan terhadap Israel, itu melawan kebijakan pemerintah kita yang jelas-jelas anti penjajahan," katanya.
Pernyataan sikap Pimpinan Pusat Persatuan Islam itu merupakan hasil Musyawarah Kerja Nasional PP Persis. Musyawarah itu membahas sikap Persis atas isu Palestina dan isu Pemilu 2024.
Kerusuhan di Bitung terjadi, Sabtu (25/11). Dua kelompok massa, yakni massa pro Israel dan massa pro Palestina, bentrok, membuat satu orang tewas dan dua lainnya luka-luka.
Prof Atip menegaskan, Persis mendukung penuh perjuangan rakyat Palestina untuk bisa merdeka. Karena, mereka berhak atas tanah yang diduduki secara paksa dan ilegal oleh Zionis Isreal.
"Kami mengapresiasi apa yang sudah dilakukan pemerintah Indoensia membela rakyat Palestina. Sumbangan kemanusiaan juga telah disampaikan, baik dari anggaran pemerintah maupun rakyat Indonesia," katanya.
Prof H Atip mengakui, pemerintah sudah bergerak optimal dari sisi konstitusional dan diplomasi. Namun, itu saja ternyata belum cukup dan perlu ditingkatkan dalam bentuk dukungan yang lebih konkret.
"Karena itu, kami mendesak pemerintah Indonesia untuk merealisasikan terbentuknya pasukan perdamaian dari negara-negara Islam di dalam OKI. Ini harus dilakukan karena Israel tidak pernah menggubris jalur diplomasi," ujarnya.
Langkah lain, kata dia, pemerintah harus mendorong negara-negara di OKI melakukan embargo ekonomi. Semua potensi ekonomi negara-negara Islam bisa dimaksimalkan.