REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Warga Bali ramai-ramai menolak penyebaran jutaan telur nyamuk bionik wolbachia. Kementerian Kesehatan RI mengatakan inovasi teknologi wolbachia ini mampu menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD). Lantas seperti apa sebenarnya nyamuk bioknik wolbachia ini?
Selain di Indonesia, pemanfaatan teknologi wolbachia juga telah dilaksanakan di sembilan negara lain dan hasilnya terbukti efektif untuk pencegahan dengue. Adapun negara yang dimaksud adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, dan Sri Lanka.
Mengutip situs Sehat Negeriku Kemenkes RI, teknologi wolbachia melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Stranas (Strategi Nasional).
Sebagai pilot project di Indonesia, dilaksanakan di lima kota yaitu Kota Semarang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang, dan Kota Bontang, berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan RI No. 1341 tentang Penyelenggaran Pilot Project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan dengue.
Efektivitas wolbachia sendiri telah diteliti sejak 2011 yang dilakukan World Mosquito Program (WMP) di Yogyakarta, dengan dukungan filantropi yayasan Tahija. Penelitian dilakukan melaui fase persiapan dan pelepasan Aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas (2011-2015).
Wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia. Jika Aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan Aedes aegypti betina, virus dengue pada nyamuk betina akan terblok.
Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia, maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia.
Sebelumnya, uji coba penyebaran nyamuk berwolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada 2022.
Hasilnya, di lokasi yang telah disebar wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen, dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, juga menegaskan adanya penurunan penyebaran dengue yang signifikan setelah adanya penerapan wolbachia.
“Jumlah kasus di Kota Yogyakarta pada Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minimum di tujuh tahun sebelumnya (2015 hingga 2022) berada di bawah garis minimum,” kata Emma.
Baca juga: Sungai Eufrat Mengering Tanda Kiamat, Bagaimana dengan Gunung Emasnya?
“Masyarakat pada awalnya memang ada kekhawatiran karena pemahaman dari masyarakat itu nyamuk ini dilepas kok bisa mengurangi (DBD). Tapi seiring berjalan dan kita sudah ada edukasi, ada sosialisasi, sekarang masyarakat justru semakin paham, bahwa sebenarnya teknologi ini untuk mengurangi DBD,” papar Lurah Patangpuluhan Yogyakarta, Sigit Hartobudiono.
Kendati demikian, keberadaan inovasi teknologi wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah ada di Indonesia. Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang, serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.