REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai, pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang mengaku telah menandatangani surat perintah penangkapan buron Harun Masiku hanya bentuk pengalihan isu. Menurut MAKI, dokumen itu tidak diperlukan lantaran Harun Masiku telah masuk dalam daftar buronan.
"Itu hanya pengalihan isu dari Pak Firli saja. Karena Harun Masiku itu kan sudah (masuk) red notice, ngapain bikin surat penangkapan. Itu otomatis, kalau sudah tahu (lokasi Harun Masiku) langsung tangkap saja. Tidak usah koar-koar begitu," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Rabu (15/11/2023).
Boyamin mengatakan, jika hanya pengumuman penandatanganan surat penangkapan Harun Masiku, sebenarnya tidak perlu disampaikan langsung oleh Firli. Ia menyebut, masyarakat menanti Firli sebagai Pimpinan KPK untuk mengumumkan tindakan penangkapan.
"Kalau urusan Harun Masiku itu yang kita tunggu dari Pak Firli adalah pengumuman penangkapan Harun Masiku, bukan pengumuman surat penangkapan. Kalau begitu saja Direktur (KPK) juga cukup, enggak usah Pimpinan KPK," tegas Boyamin.
"Jadi betul pernyataan kemarin itu untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari kasusnya Pak Firli itu sendiri dan nampaknya bisa jadi kasus Harun Masiku ini dijadikan barter agar kasusnya dia selamat. Ini upaya-upaya Pak Firli mencari selamat, maka kemudian mengangkat lagi isu Harun Masiku," tutur dia menegaskan.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengeklaim dirinya telah menandatangani surat perintah pencarian dan penangkapan Harun Masiku. Hingga kini, eks calon legislatif PDIP masih menjadi buronan KPK.
"Tiga minggu lalu saya menandatangani surat perintah penangkapan dan pencarian terhadap HM (Harun Masiku)," kata Firli kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (14/11/2023).
Firli memastikan, pihaknya akan terus berupaya memburu keberadaan Harun Masiku. Ia mengaku, KPK telah beberapa kali mendapatkan informasi mengenai lokasi dugaan tempat Harun Masiku, tapi sosok yang dicari tak juga ditemukan.
"HM kita masih terus melakukan pencarian, beberapa waktu yang lalu Plt Deputi Penindakan (Brigjen Asep Guntur Rahayu) menyampaikan berangkat ke negara tetangga, tapi lagi-lagi belum berhasil melakukan penangkapan walaupun informasi sudah cukup kuat," ujar Firli.
Firli menambahkan, KPK juga tidak bakal berhenti mencari buronan kasus korupsi lainnya. Diketahui, selain Harun Masiku, lembaga antirasuah ini masih memiliki dua buronan, yakni Kirana Kotama alias Thay Ming, dan Paulus Tannos.
Sebagai informasi, Harun Masiku merupakan eks calon legislatif PDIP yang menyuap mantan Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan terkait Penetapan Anggota DPR RI terpilih 2019-2024 di KPU. Harun Masiku masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.
Kedua, Kirana Kotama alias Thay Ming yang merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan pada PT PAL. Dia ditetapkan sebagai buron sejak 15 Juni 2017.
Ketiga, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin yang telah masuk DPO sejak 19 Oktober 2021. Dia adalah tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik tahun 2011-2013.