Selasa 14 Nov 2023 10:07 WIB

Raja-Raja Arab, Benarkah Mereka Berpaling dari Palestina?

Ada apa dengan raja-raja Arab dalam kasus Palestina

Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Hissein Brahim Taha dalam KTT yang berlangsung di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu (11/11/2023).
Foto:

Hanya 11 dari 22 negara Arab mendukung usulan itu. Empat negara Arab menolak, yaitu Arab Saudi, Yordania, Mesir, dan Uni Emirat Arab. Sisanya abstain. Tentu, jika dikumpulkan suara menolak dan abstain sama besarnya dengan jumlah suara mendukung. Tampak jelas, hanya setengah negara Arab yang setia pada perjuangan rakyat Palestina.

Pun begitu, masih ada kabar baiknya. Beberapa negara Arab sudah menyatakan bersedia membayar harga termahal untuk membela perjuangan kemerdekaan Palestina yang sedang berlansung saat ini. Libanon, Suriah, Irak, dan Yaman bahkan sudah mempersiapkan diri untuk skenario terburuk. Menghadapi perang total skala kawasan yang akan membakar seluruh Timur Tengah.

Kota-kota mereka dalam beberapa waktu ke depan akan menjadi target pemboman massif Israel, Amerika Serikat dan negara-negara NATO. Warga mereka mungkin akan merasakan penderitaan yang dialami warga Gaza. Risiko buruk semacam itu sudah disadari dan diambil tanpa ragu. Rakyat Palestina tidak akan ditinggalkan sendirian.

Mengapa sebagian negara Arab begitu bersetia dan mengapa sebagiannya lagi berpaling dari perjuangan rakyat tertindas Palestina? Rekam jejak negara-negara Arab itu mampu menjelaskan semuanya. 

Libanon dan Suriah pernah berperang dengan Israel sebelumnya. Permusuhan mereka dengan Israel masih terus terjaga. Lagi pula, sebagian tanah mereka masih diduduki oleh Israel. Lahan pertanian Sheeba Libanon dan Dataran Tinggi Golan Suriah masih dicaplok Israel hingga kini secara illegal. Membela perjuangan kemerdekaan Palestina bagi kedua negara ini bermakna juga, membebaskan tanah Libanon dan Suriah dari pendudukan Israel.

Irak dan Yaman punya cerita pengalaman berbeda dalam memusuhi Israel. Hingga saat ini, Irak sebenarnya masih dijajah Amerika Serikat. Sejak invansi tahun 2003, militer Amerika masih menduduki Irak secara paksa. Mereka tersebar di berbagai pangkalan militer di  negara itu, hingga ke wilayah otonomi Kurdi. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement