Rabu 08 Nov 2023 06:14 WIB

Jimly Asshiddiqie Jelaskan MKMK tak Bisa Batalkan Putusan MK Soal Usia Cawapres

Prof Jimly menegaskan, putusan MK bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Rep: Eva Rianti/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Prof Jimly Asshiddiqie.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Prof Jimly Asshiddiqie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Prof Jimly Asshiddiqie, menjelaskan alasan putusan MK Nomor 90 soal batas usia capres-cawapres tidak bisa diubah atau dibatalkan. Adapun gugatan teranyar terhadap putusan itu baru akan berlaku pada Pilpres 2029.

Jimly menegaskan, putusan MK bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Baca Juga

"Putusan MK itu final dan mengingat, begitu diatur di Konstitusi. Itu sudah menjadi doktrin," kata Jimly usai pembacaan putusan MKMK soal kode etik dan perilaku hakim MK di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).

 

Jimly menjelaskan, masyarakat perlu memahami mengenai sifat putusan hakim konstitusi. Adapun pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam memutuskan perkara, itu soal lain.

 

Adapun ranah MKMK adalah memeriksa dan memutuskan dugaan pelanggaran yang dilakukan hakim konstitusi dalam memutuskan perkara. Sementara pemilihan capres-cawapres sebagai dampak dari putusan MK adalah masuk pada ranah politik,

 

"Bahwa keputusan itu kita tidak suka, itu soal lain. Bahwa keputusannya diambil melalui cara yang misalnya melanggar aturan, itu soal lain lagi. Nah, yang kita urus ini tentang keputusan yang diambil karena itu menyangkut soal perilaku etik para hakim," jelas eks ketua umum ICMI tersebut.

 

Jimly mengungkapkan, sifat putusan MK diibaratkan seperti 'jeruk makan jeruk'. Artinya, satu-satunya cara agar putusan MK bisa berubah adalah dengan pengajuan uji materi putusan MK. Dalam persoalan polemik perkara Nomor 90, Jimly menyebut sudah ada pengajuan uji materinya, yakni dari mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama.

 

"Saya ambil contoh yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama, ini belum pernah terjadi putusan MK yang mengubah UUD, lalu undang-undang bukan putusan MK-nya. undang-undang yang sudah berubah karena putusan MK itu diuji kembali apa itu boleh? Jawabannya boleh," ucap Jimly.

 

Namun, Jimly mengungkapkan, butuh waktu sekitar satu bulan untuk memproses gugatan uji materil tersebut. Sementara proses Pemilu 2024 2024 saat ini telah berlangsung di KPU. Pun pasangan ketiga capres-cawapres sudah didaftarkan/

Ketua MK pertama tersebut menjelaskan, gugatan teranyar ihwal aturan batas usia capres-cawapres itu baru bisa berlaku pada Pemilu 2029. Pertimbangannya, lantaran aturan main mengenai pemilu sudah berjalan sekarang.

"Pilpresnya sudah berlangsung, tahapannya sudah jalan. Makanya putusan aturan main itu kalau prosesnya sudah jalan, pertandingan sudah dimulai ya dijalankan. Jadi kalau nanti ada perubahan lagi undang-undang sebagaimana diajukan oleh mahasiswa itu, berlaku di 2029," ujar Jimly.

Mengenai putusan perkara Nomor 90 yang 'sudah terlanjur' itu, Jimly meminta kepada masyarakat untuk bisa bijak dalam memilih pemimpin pada Pemilu 2024 .

"Saya berharap kita sebagai anak bangsa, mari kita memusatkan perhatian untuk suksesnya pemilu. Partai pesertanya sudah jelas, capres-cawapresnya sudah jelas," ujar Jimly.

"Yang tidak kita suka, tolong jangan dipilih. Jadi harapannya kita fokus saja untuk pemenangan masing-masing kelompok, enggak usah saling negatif campaign, apalagi kampanye hitam. Jadi fokuslah untuk menyukseskan pemilu 2024 dengan damai dan tepercaya," terang Jimly.

Putusan kontroversial Anwar Usman...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement