REPUBLIKA.CO.ID, PADANG--Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi, menilai keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sudah tepat untuk memecat Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Anwar Usman dianggap melanggar etik dalam putusan MK Nomor 90 yang mengubah syarat capres-cawapres.
Namun, Ridho meyayangkan MKMK tidak memberhentikan Anwar Usman sebagai hakim MK. Ia beranggapan keputusan tersebut jadi setengah matang.
“Ini diberhentikan sebagai ketua tapi tetap menjadi hakim MK. Ini suatu keputusan setengah mateng. Antara iya dan tidak,” kata Ridho di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar), Selasa (7/11/2023) malam.
Menantu Amien Rais itu mengajak masyarakat untuk bersama-sama menyikapi keputusan pemecatan Anwar Usman sebagai Ketua MK karena langgar kode etik. Artinya, produk yang diputuskan terkait yang mengubah syarat capres-cawapres merupakan produk yang cacat.
“Menanggapi putusan ini, melanggar kode etik. Dipecat. Jadi seharusnya kita mengunakan logika dasar, kalau putusan kemarin (syarat capres-cawapres) adalah suatu hasil proses, ya aneh gitu. Melalui proses yang tidak sesuai, tidak memenuhi norma-norma, itu logikanya putusannya merupakan suatu produk yang cacat. Yang gagal,” ujar Ridho.
Ridho menilai seharusnya putusan syarat capres-cawapres tidak bisa digunakan. Namun ia paham, MKMK tidak menganulir keputusan yang telah final tersebut.
“Tapi ini harusnya logika dasar yang dibangun dan menjadi kesadaran kita bersama, yang ini kita harapan selanjutnya mungkin bergulir. Jadi prosesnya saja, sehingga memecat seseorang yang memutuskan, berarti produknya seharusnya itu suatu produk yang cacat dan gagal,” kata Ridho menambahkan.
Diketahui, MKMK diketahui membacakan lima buah putusan dugaan pelanggaran kode etik hakim MK. Putusan pertama yakni Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sebagaimana prinsip Sapta Karsa Hutama tentang prinsip ketidakberpikahan, integritas, kecakapan, independensi, dan kepantasan serta kesopanan.
Kedua, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Ketiga, memerintahkan Wakil Ketua MK untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan diucapkan memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru.
Keempat, Anwar Usman tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor berakhir. Kelima, Anwar Usman tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR DPD dan DPRD serta pemilihan gubernur, bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.