Selasa 07 Nov 2023 18:50 WIB

Anwar Usman tak Dipecat dari MK, Tapi Dilarang Terlibat Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2024

Anwar Usman disanksi pemberhentian tidak hormat sebagai ketua MK oleh MKMK.

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) bersiap menjalani sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menggelar sidang tertutup dengan terlapor Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Anwar Usman dilaporkan oleh sejumlah masyarakat karena dinilai memiliki konflik kepentingan dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan kepala daerah di bawah usia 40 tahun menjadi capres atau cawapres.
Foto:

Dalam sidang putusan MKMK yang sama, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra dinilai tidak melanggar kode etik dan perilaku hakim MK mengenai perbedaan pendapat atau dissenting opinion yang disampaikan dalam putusan Perkara 90 soal batas usia capres-cawapres.

"Menimbang berdasarkan uraian dan fakta yang terungkap bahwa dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim MK terkait dissenting opinion tidak terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim MK," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam agenda keputusan MKMK soal kode etik dan perilaku hakim MK di Gedung MK, Selasa. 

Putusan itu dibacakan bersama dengan anggota MKMK lainnya, yakni Bintan S Saragih dan Wahiduddin Adams. Pembacaan keputusan itu menyikapi adanya laporan dari empat pemohon yang melaporkan Saldi Isra mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim MK. 

Berdasarkan penjelasan keputusan MKMK, Jimly menyatakan telah membaca, mendengar, dan memeriksa keterangan dari hakim konstitusi terkait serta pihak saksi dalam laporan tersebut. Lantas MKMK melakukan pertimbangan hukum dan etika yang menjadi kewenangannya.

"Permasalahan pelapor adalah apakah boleh suatu pendapat berbeda atau dissenting opinion yang kontra dari mayoritas keputusan hakim disusun secara provokatif, menjatuhkan kolega sesama hakim dan tidak koheren," jelas dia. 

Menurut MKMK, pendapat berbeda atau dissenting opinion yang disampaikan oleh Saldi Isra tidaklah masalah sebagai bentuk kemerdekaan dalam berpendapat. Sehingga, isu atau masalah dugaan pelanggaran kode etik dianggap tidak relevan. 

MKMK menemukan fakta hukum bahwa pendapat berbeda atau dissenting opinion dimuat paragraf 6.25 sampai 6.72.2 putusan Nomor 90, memuat aspek hukum acara tatkala menguraikan dinamika dan mekanisme pengambilan keputusan. 

"MK menemukan fakta hukum bahwa ditulis bahasa penuh emosi, berdasarkan temuan fakta hukum menurut MKMK, Saldi Isra tidak dapat dikatakan melanggar kode etik disebabkan dissenting opinion. Ada ruang pada bagian awal pendapat berbeda yang mengungkapkan sisi emosional, tapi itu bukan pelanggaran kode etik," jelasnya. 

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement