REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nostalgiawan Wahyudi melihat standar ganda negara Barat begitu terang-terangan dalam menyikapi pengeboman militer Zionis Israel ke Jalur Gaza, Palestina. Bukannya mengutuk, negara Barat malah membela tindakan biadab Israel.
Dia juga melihat adanya peran Amerika Serikat (AS) dan sekutunya dalam salah satu konflik tertua sejak berakhirnya Perang Dunia II tersebut. "AS dan sekutunya memberi dukungan besar kepada Israel dalam persenjataan dan politik. Sikap standar ganda Barat juga begitu terang-terangan," ujar Nostalgiawan dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Hal itu dia sampaikan dalam seminar 'Membaca Geopolitik Konflik Israel-Palestina' di Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Seminar nasional itu digagas oleh lembaga riset dan pengkajian Sino-Nusantara Insitute bekerja sama dengan Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang.
Direktur Sino-Nusantara Institute Ahmad Syaifudin Zuhri mengatakan, sikap dukungan AS dan Barat terhadap Israel, bahkan dilakukan melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional yang mendapat sokongan dana Barat, seperti World Uighur Congress (WUC).
Padahal, menurut Zuhri, WUC merupakan LSM internasional yang selama ini getol mengeklaim mengampanyekan hak asasi manusia (HAM) etnis Uighur Xinjiang di Cina kepada masyarakat seluruh dunia. "WUC yang berpusat di Jerman, juga terang-terangan mendukung Israel," kata Zuhri.
Menurut Zuhri, apa yang dilakukan WUC sungguh ironi. WUC melakukan pernyataan resminya pada 9 Oktober 2023. Kala itu, WUC tidak menyinggung sama sekali korban tentara Israel di Jalur Gaza, Palestina. Hal itu juga diunggah oleh Presiden WUC Dolkun Isa melalui akun X @Dolkun_Isa pada 10 Oktober 2023.
Pernyataan WUC sebagaimana disinggung Zuhri juga diperkuat sikap Rushan Abbas dan Omer Kanat, aktivis Uighur Human Right Program (UHRP) yang beberapa kali datang ke Indonesia dan Malaysia untuk berkampanye mencari dukungan organisasi dan kelompok muslim untuk aktivitasnya.
"Saya berharap tragedi kemanusiaan yang terjadi pada Israel-Palestina jangan sampai berkepanjangan. Konflik kemanusiaan ini harus segera dihentikan dengan upaya bersama," kata Zuhri.
Dosen Ilmu Hubungan Internasional Unwahas Semarang Andi Purwono menyebut, kependudukan Israel di tanah Palestina merupakan persoalan yang rumit. Dia menjelaskan, penjajahan itu merupakan pertikaian tertua sejak berakhirnya Perang Dunia II, meski telah banyak dilakukan jalur-jalur damai.
"Sejarah mencatat, terdapat keberpihakan AS khususnya terkait kepentingan nasionalnya. Antara lain menjaga kelangsungan impor minyak, serta menjaga eksistensi Israel," kata Andi.