REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi. Sebagai Kampus Digital Kreatif, Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) melaksanakan kegiatan Uji Publik Calon Panitia Seleksi Satuan Tugas PPKS, di Gedung Rektorat Universitas BSI jl. Kramat Raya No.98, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, pada Kamis (19/10/2023).
Suharyanto selaku Wakil Rektor II Bidang Non Akademik Universitas BSI dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan awal untuk pembentukan satgas (satuan tugas) PPKS di lingkungan kampus sesuai dengan mandat Permendikbudristek.
“Upaya ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kampus Universitas BSI serta melindungi korban-korban kekerasan seksual. Sebagai Kampus Digital Kreatif, Universitas BSI melalui Satgas PPKS diharapkan mampu menciptakan atmosfer perkuliahan yang aman dan kondusif,” ujarnya.
Kegiatan ini turut menghadirkan Direktur Eksekutif dari Yayasan Pulih, Yosephine Dian Indraswari, yang merupakan fasilitator dan konsultan untuk Kemendikbudristek dan kampus terkait PPKS sekaligus dosen psikologi. Selain itu, kegiatan ini juga turut mengundang beberapa calon panitia seleksi satgas, yakni Irwin Ananta Vidada, Slamet Heri Winarno, Sandra Jamu Kuryanti dan Dina Safira.
Dian menjelaskan bahwa ada tiga dosa besar dalam pendidikan yang akan memengaruhi perkembangan, yakni intoleransi, perundungan dan kekerasan seksual. Kekerasan seksual dapat diartikan sebagai tindakan berupa ucapan maupun perbuatan yang dilakukan untuk menguasai atau memanipulasi orang lain serta membuatnya terlibat dalam aktivitas seksual di luar keinginannya.
“Aspek penting dalam kekerasan seksual seperti pemaksaan dan aspek tidak adanya persetujuan dari korban, serta korban tidak/belum mampu memberikan persetujuan contohnya pada anak atau orang dengan disabilitas intelegensi. Adapun bentuk-bentuk kekerasan seksual seperti body shamming, siul-siul dengan maksud menggoda, mengirimkan gambar atau pesan seksual, dan masih banyak lagi,” jelasnya.
Menurutnya, dampak kekerasan seksual akan memberikan efek traumatis yang berkepanjangan kepada korban, sehingga perlunya dukungan keluarga dan lingkungan sosial yang akan membantu para korban untuk pulih.
“Masih banyak mitos yang sering terjadi di lingkungan masyarakat kita, contohnya saja wanita dengan pakaian terbuka dianggap wajar jika mendapatkan kasus pelecehan seksual, padahal kekerasan seksual juga bisa terjadi pada wanita yang berpakaian tertutup. Disinilah, pentingnya peranan Satgas PPKS di perguruan tinggi untuk selalu menyosialisasikan informasi yang tepat,” tandasnya.