Selasa 24 Oct 2023 16:34 WIB

Apakah Gerimis yang Sudah Mulai Turun Segera Berlanjut ke Musim Hujan? Ini Analisis BRIN

BMKG menyebut hujan sudah mulai turun di Jabodetabek bagian selatan.

Musim hujan (ilustrasi)
Foto:

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengumumkan, suhu permukaan bumi semakin panas maka untuk mengatasinya transisi penggunaan sumber energi berbahan bakar fosil ke sumber energi hijau di dalam negeri harus segera dilakukan secara menyeluruh. Menurut Dwikorita, sejak 2000 sampai 2023 telah terjadi kenaikan rata-rata 0,3 dejarajat celcius yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (CO2) dari bahan bakar energi fosil seperti batubara dan sejenisnya.

“Krisis ini nyata bila tidak ada perubahan dalam sepuluh tahun ke depan atau kurang dari itu, suhu permukaan diprediksi bisa lebih panas lagi dengan peningkatan rata-rata mencapai 3,5 derajat celcius,” kata Dwikorita di Jakarta, Senin (16/10/2023) pekan lalu.

Dwikorita menjelaskan, BMKG menemukan adanya kenaikan luar biasa konsentrasi CO2 di atmosfer sebagai penyebab kenaikan suhu bumi. Tren peningkatan konsentrasi CO2 di temukan dari pengukuran pada bulan Mei 2020 - 2022 di kawasan hutan Bukit Kototabang, Palu, dan Sorong yang secara umum mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Dalam dua tahun laju peningkatan rata-rata paling tinggi terjadi di Bukit Kototabang dengan nilai 3,12 ppm per tahun sedangkan laju peningkatan rata-rata di Palu dan Sorong berturut-turut sebesar 2,2 ppm per tahun dan 1,8 ppm per tahun. Diketahui, setiap tahun konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat 3,12 bagian per juta. Satu ppm (part per million) adalah satu bagian dari sesuatu yang terkandung dalam satu juta bagian lainnya. Jadi, berarti ada 3,12 bagian CO2 dalam satu juta bagian atmosfer.

Terlepas dari aktifnya badai El-Nino, dia menyebutkan, dengan terjadinya peningkatan suhu tersebut sudah semakin memperparah kekeringan ekstrem yang sedang melanda Indonesia saat ini. Dari kekeringan ini di antaranya telah menyebabkan kesulitan air bersih dan penurunan produktivitas pertanian di berbagai wilayah, termasuk di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.

“Faktanya ancaman kekeringan di Indonesia yang diprakirakan berlangsung hingga Januari-Maret 2024 ini baru sebagian pendahuluan. Jika kenaikan suhu global tidak dikendalikan, maka ancaman kekeringan akan semakin parah di masa depan,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement