REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak permohonan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe terkait pembukaan rekening serta pengembalian aset miliknya.
Majelis hakim menolak permohonan Lukas Enembe karena rekening dan aset tersebut masih diperlukan dalam perkara lain, yakni terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang tengah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Maka terhadap permohonan terdakwa tersebut terkait membuka blokir rekening istri terdakwa, Yulce Wenda, dan rekening anak terdakwa, Astract Bona T. M. Enembe, serta pengembalian aset-aset terdakwa termasuk emas yang telah disita haruslah dinyatakan ditolak,” kata Hakim Anggota Dennie Arsan Fatrika dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, Lukas Enembe memohon kepada majelis hakim untuk dibebaskan dari segala dakwaan dan meminta rekening keluarganya dibuka dari pemblokiran.
Lukas Enembe menyampaikan permohonan tersebut melalui kuasa hukumnya, Petrus Bala Pattyona, dalam duplik pribadi saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/10).
"Saya mohon agar majelis hakim yang mengadili perkara saya dapat memutuskan berdasarkan fakta-fakta bahwa saya tidak bersalah dan dengan itu dapat membebaskan saya dari segala dakwaan," kata Petrus membacakan duplik pribadi Lukas Enembe.
Lebih lanjut, majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat memvonis Lukas Enembe delapan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan pidana kurungan pengganti.
Lukas Enembe juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 19.690.793.900 paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Selain itu, Lukas Enembe divonis pula pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak dia selesai menjalani pidana pokoknya.
Lukas Enembe terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.