Rabu 18 Oct 2023 01:28 WIB

Akankah KPU Revisi PKPU yang Jadi Kunci Gibran Bisa Jadi Cawapres Seusai Putusan MK?

Gibran tak bisa jadi cawapres jika KPU tidak merevisi PKPU seusai putusan MK.

Konferensi pers KPU RI menindaklanjuti putusan MK soal batasan usia capres-cawapres di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023) malam.
Foto:

Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mengatakan, bahwa putusan MK terkait syarat dan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden hanya bisa diterapkan bila Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) direvisi.

"Ini hanya bisa diberlakukan ketika UU Pemilu direvisi karena MK bukan fungsi legislasi, maka keputusan MK ini tidak bisa berlaku otomatis sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011," kata Junimart dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Untuk itu, dia mengatakan, KPU dan dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selaku penyelenggara pemilu tidak bisa melakukan perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) berkaitan dengan materi muatan "pernah atau sedang menjadi kepala daerah" sebelum UU Pemilu direvisi terlebih dahulu.

"Sebelum UU Pemilu diubah, siapa pun yang dimaksud dengan 'sedang atau pernah menjadi kepala daerah' selama usia belum mencapai 40 tahun tidak bisa didaftarkan ke KPU," ujarnya.

Sebab, kata dia, MK tidak memiliki fungsi legislasi sehingga apa yang diputuskan tidak otomatis menjadi hukum, meski bersifat final dan mengikat (final and binding). "Karena MK tidak memiliki fungsi legislasi maka apa yang diputuskan tidak otomatis menjadi hukum. DPR dan bersama Pemerintah harus melakukan revisi UU Pemilu Presiden terlebih dahulu dengan memasukkan klausul 'pernah atau sedang menjabat kepala daerah'," tuturnya.

Junimart juga menilai MK telah menempatkan diri sebagai legislator dalam memutus perkara uji materi UU Pemilu terkait syarat dan batas usia capres dan cawapres. "Itu kan maunya mereka (MK memberlakukan putusan terkait pada Pemilu 2024), sesuai hukum MK sudah melakukan fungsi legislasi yang bukan kewenangannya. Pembuat UU adalah DPR bersama pemerintah, bukan MK," ujarnya.

Menurut dia, MK hanya berhak menyatakan apakah suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak. "Ketika MK mengambil materi muatan baru yang tidak tercantum dalam materi pokok UU yang sedang diuji, yakni ketentuan baru 'pernah atau sedang menjawab sebagai kepala daerah', maka itu mahkamah telah melampaui kewenangan-nya atau ultra petita," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement