Selasa 17 Oct 2023 17:59 WIB

Jimly Asshiddiqie: Putusan MK Mestinya Diterapkan di Pilpres 2029

Sangat pendek waktu bagi KPU untuk mengubah peraturan

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie (kanan)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pertama, Jimly Asshiddiqie memandang putusan MK yang membuat Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka berpeluang menjadi cawapres sepatutnya diterapkan pada 2029. Sebab perubahan aturan Pemilu akibat putusan MK itu tergolong sangat dekat.

Menurut Jimly, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) soal pencalonan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden wajib sejalan dengan putusan MK. Tapi PKPU telah diterbitkan lebih dulu. Dengan demikian, KPU harus mengubahnya kalau ingin disesuaikan dengan putusan MK.

Baca Juga

"Sesudah putusan MK kan ada perubahan PKPU dulu, nah masih sempet nggak KPU mengubah? Karena waktunya sudah pendek sekali, aturan main ini apakah harus diterapkan mulai dari sekarang?" kata Jimly kepada wartawan, Selasa (17/10/2023).

Jimly lalu mencontohkan Pilpres dengan pertandingan sepak bola. Putusan MK rawan menimbulkan perselisihan karena tiba-tiba ada aturan baru yang mengubah permainan secara drastis.

 "Pemain sudah turun ke lapangan, nendang bola, tiba-tiba muncul aturan baru dari FIFA, pemain yang tinggi di atas 170 tidak boleh main, pemain yang pendeknya di bawah 150 tidak boleh main, padahal mereka sudah di lapangan, nendang bola, apa mau diterapkan di pertandingan hari itu? Kenapa nggak diterapkan untuk pertandingan yang tahun depannya?" singgung Jimly. 

Jimly menyebut proses Pemilu sudah berjalan. Partai pesertanya pun sudah didaftarkan. Lalu para bakal Capres sudah bermunculan dengan koalisinya. Pada kondisi ini, menurut Jimly seharusnya tak ada perubahan aturan Pemilu yang datang tiba-tiba.

"Pemilu ini sudah jalan, pendaftaran partai sudah. Memang pendaftaran Capres Cawapres belum, tapi partai pengusung yang sudah disahkan, yang sudah memenuhi syarat sudah disahkah. Jadi tahapan pemilu ini sudah disahkan," ujar Jimly.

Oleh karena itu, Jimly dalam posisi menyarankan agar putusan MK dijalankan pada Pilpres 2029. Dengan demikian, tak ada perubahan drastis dalam penyelenggaraan Pilpres 2024.

"Maka aturan baru itu harus diberlakukan yang akan datang bukan pertandingan sekarang. Nah kalau Pemilu pertandingan selanjutnya ya 2029, mestinya kayak gitu," ujar Jimly.

Sebelumnya, MK memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023). 

Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.

"Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK pada Senin (16/10/2023). 

MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan "berusia paling rendah 40 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 

"Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar Anwar.

Ketika pertimbangan hukum hakim MK dibacakan, ditegaskan bahwa putusan tersebut berlaku pada Pilpres 2024. 

"Ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya," kata Hakim MK Guntur Hamzah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement