Ahad 15 Oct 2023 19:45 WIB

Ray Rangkuti: Penolakan Dinasti Politik Makin Besar

Pengamat politik Ray Rangkuti sebut penolakan dinasti politik semakin besar.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Bilal Ramadhan
Pengamat Politik yang juga merupakan eksponen Gerakan mahasiswa 1998, Ray Rangkuti. Pengamat politik Ray Rangkuti sebut penolakan dinasti politik semakin besar.
Foto: istimewa/doc humas
Pengamat Politik yang juga merupakan eksponen Gerakan mahasiswa 1998, Ray Rangkuti. Pengamat politik Ray Rangkuti sebut penolakan dinasti politik semakin besar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat politik Ray Rangkuti menyebut penolakan terhadap politik dinasti di tengah masyarakat Indonesia saat ini semakin membesar. Terutama karena beragam peristiwa dan polemik yang muncul belakangan ini yang berkaitan dengan Joko Widodo.

Ray yang juga Direktur eksekutif Lingkar Madani mengatakan tanda-tanda tersebut mulai terlihat sejak putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep menjadi Ketum PSI di hari kedua dirinya menjadi anggota partai. Lalu soal polemik batas usia Capres Cawapres yang dituding banyak pihak ingin melanggengkan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres salah satu capres.

Baca Juga

"Karena ini sudah ada di tingkat nasional. Kalau di tingkat kota atau provinsi mungkin orang oke saja, tapi kalau sudah menjabat dalam tingkat presiden atau cawapres, sekali ini lolos praktik seperti ini dan terjadi, itu artinya kita cabut deh kata dinasti politik di Indonesia," jelas Ray Rangkuti saat Diskusi publik bertema "MK: Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Kekuasaan?" di Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (15/10/2023).

Dia kemudian mengingatkan tentang sensitivitas masyarakat Indonesia terkait nepotisme, seperti yang terjadi pada masa Presiden Soeharto. Presiden kedua RI itu bahkan dilengserkan karena dipicu oleh peristiwa pengangkatan anaknya sendiri sebagai Menteri Sosial pada saat itu.

Karena polemik tersebut, hanya beberapa bulan setelah mengangkat anaknya sebagai menteri, aksi besar terjadi dan Soeharto turun dari kekuasaan.

Dia menyayangkan beberapa pihak yang masih menampik adanya politik dinasti saat ini. Sesuatu yang sebenarnya menjadi salah satu tuntutan utama masyarakat pada 1998.

"Yang memaklumkan situasi ini juga ada kawan-kawan dari aktivitas 98 yang menganggap bahwa pola-pola seperti ini bukan bagian dari politik dinasti. Kalau seperti ini bukan politik dinasti, seperti apa yang Anda bayangkan politik dinaati pada tahun 98? Padahal Soeharto hanya mengangkat anaknya sebagai Menteri Sosial bukan calon wakil presiden," katanya.

"Menteri Sosial, Menko juga nggak. Apalagi kalau wakil presiden? Jadi kalau pada 1998 membuat kita jengkel, gundah, marah pada Soeharto, maka pertanyaannya, definisi dinasti politik itu di kepala kita seperti apa pada 1998?" tambah Ray.

Dia bahkan menduga meningkatnya penolakan terhadap politik dinasti telah diperhitungkan Istana. Saat ini, Jokowi seakan menahan diri terhadap isu-isu yang mempunyai kaitan dengan Gibran, seperti keberpihakan Projo kepada Prabowo yang diisukan akan bersanding dengan Gibran.

"Bacaan saya respon negatif ini akan meningkat dalam saat yang bersamaan PDIP akan membuat perhitungan. Tentu saja kepada Gibran dan tidak menutup kemungkinan juga sampai kepada Pak Jokowi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement