REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Beberapa waktu terakhir publik Indonesia diramaikan dengan berbagi aksi arogansi aparat kepolisian terhadap masyarakat. Belum selesai kasus di Rempang, sekarang isu serupa muncul di Kalimantan Tengah, tepatnya Kabupaten Seruyan.
Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Bidang Hikmah dan Kebijakan Publik, Anderyan Noor, menyebut polisi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat dengan mengedepankan sikap Presisi (Prediktif, Responsibilitas dan Transparan). Kini sebaliknya, pihak berwajib disebut menggunakan pendekatan represif dan intimidatif.
Dalam catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sedikitnya 20 orang warga mengalami kriminalisasi dan tiga orang tertembak. Satu orang yang tertembak peluru tajam ini meninggal dunia di tempat, bernama Gijik yang berusia 35, sementara dua lainnya kritis.
"Apa yang terjadi di Seruyan ini semakin menambah daftar panjang korban yang tewas di wilayah konflik agraria," kata Anerdyan, dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Selasa (10/10/2023).
Berdasarkan kejadian di Seruyan Kalimantan Tengah, sebagai Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Anderyan Noor menyatakan sikap mengutuk keras tindakan kepolisian di Kalimantan Tengah. Mereka disebut bertindak secara represif dan intimidatif terhadap Masyarakat di Area berada diluar HGU PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (PT. HMBP).
"Polisi dengan brutal melakukan penembakan gas air mata dan menembak menggunakan peluru tajam. Sehingga mengakibatkan tiga orang terkena tembakan, dua orang mengalami luka berat dan satu meninggal dunia," lanjut dia.
Baca juga: Alquran Sebut Ada Makhluk Hidup di Luar Angkasa, tapi Apakah Alien? Ini Kata Prof Quraish
Dia juga menyebut penggunaan senjata api dengan peluru tajam dalam penanganan aksi massa tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Hal ini merujuk Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Di dalamnya disebutkan bahwa anggota satuan pengendalian massa dalam unjuk rasa dilarang untuk melakukan delapan hal. Salah satunya membawa senjata tajam dan peluru tajam.
"Pemuda Muhammadiyah sebagai gerakan civil society juga sangat concern terhadap isu-isu pelanggaran HAM. Apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian di wilayah Seruyan Kalteng adalah bagian dari tindakan pelanggaran HAM," kata Anerdyan.
Oleh karena itu, dia meminta kepada Ketua Komnas HAM beserta Komnas Perempuan untuk segera melakukan investigasi terhadap pelanggaran HAM, yang dilakukan PT HBMP dan aparat keamanan dalam penanganan konflik agraria di Seruyan.
Baca juga: Golongan Ini Justru akan Dilawan Alquran di Hari Kiamat Meski di Dunia Rajin Membacanya
Selanjutnya, dia meminta Kapolri untuk bertanggung-jawab atas tindakatan represif dan intimidatif anggotanya, yang menyebabkan jatuhnya korban masyarakat. Kapolri disebut harus mengevaluasi secara menyeluruh prosedural dan bentuk penanganan represif aparat kepolisian di Seruyan.
Hukuman juga dinilai perlu diberikan, salah satunya dengan mencopot jabatan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kalimantan Tengah dan jajaran yang terlibat.
Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dalam waktu dekat disebut akan membentuk tim investigasi. Tim ini secara khusus ditugaskan turun ke Seruyan, untuk mengawal proses kematian yang diakibatkan tindakan arogansi dari kepolisian.
"Tim investigasi ini juga akan dikawal resmi oleh PP Pemuda Muhammadiyah, sebagai bagian dari soliditas gerakan civil society di Indonesia," ucap dia.