REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi II DPR RI segera berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ART/BPN), terkait soal batas wilayah di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Musi Rawas Utara (Muratara).
Hal tersebut diutarakan oleh Anggota Komisi II DPR RI, Ibnu Mahmud Bilalludin, saat turun langsung kelapangan melihat Patok Batas Utama (PBU) 05, yang berada di Desa Sako Suban, Kecamatan Batang Hari Leko (BHL), Kamis (5/10/2023) sore.
“Setelah melihat langsung batas wilayah dua kabupaten ini, kita segera mengkoordinasikan dengan stakeholder yang lain, terutama Kemendagri, kemudian ATR/BPN karena ada kaitan dengan yang lain, mungkin ada tentang HGU (Hak Guna Usaha) atau IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan yang lainnya,” ujar Ibnu dalam siaran persnya.
Kunjungan Komisi II DPR RI itu dihadiri Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang (Fraksi PDIP), bersama Anggota Komisi II Endro Suswantoro Yahman (Fraksi PDIP), Mohammad Toha (Fraksi PKB), Guspardi Gaus (Fraksi PAN) dan Ibnu Mahmud Bilalludin (Fraksi PAN).
Kehadiran mereka di Desa Sako Suban di jemput Pj Bupati Muba yang diwakili Asisten I Pemkab Muba Yudi Herzandi, Wakil ketua DPRD Muba Jon Kenedi dan Anggota Komisi II DPRD Muba Rabik HS.
Ibnu mengungkapkan, kunjungan mereka ke daerah batas wilayah ini setelah sebelumnya mendapat kiriman surat dari Kepala Desa (Kades) Sako Suban, karnadi ada beberapa tipikal permasalahan perbatasan, yang salah satunya ada di Patok Batas Utama (PBU) 05 antara Kabupaten Muba dan Muratara.
Setelah menerima surat tersebut, akhirnya Komisi II mengundang dan mereka hadir serta menjelaskan duduk persoalan batas wilayah ini. Komisi II secara teknis ingin melihat batas wilayahnya.
“Kalau begin ikan jadi enak. Pak Karnadi kemarin cerita batas wilayah itu masuk Kabupaten Muba di Desa Sako Suban sekitar 7 hingga 8 kilometer. Aneh bila koordinatnya begitu. Kalau salah alat, ya gak sampe begitu. Keakuratan GPS itu sekitar 30an meter,” ungkap dia.
Terhadap Permendagri No 76 Tahun 2014 hasil revisi dari Permendagri 50 Tahun 2014 yang dinilai merugikan Pemkab Muba, Ibnu menjelaskan, pokoknya Permendagri No 76 Tahun 2014 itu berbeda dengan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB)-nya.
“Makanya kita ingin itu yang harus dilihat lebih jauh lagi. Hal inikan sangat penting, jangan sampai hal-hal semestinya bisa memberikan kebaikan bagi masyarakat malah menjadi konflik,” tegas anggota Fraksi PAN itu.
Komisi II, terang dia, tidak melihat tentang konflik antarperusahaan, karena konflik itu urusan perusahaan. Komisi II itu fokus pada batas wilayahnya harus jelas.
“Ya sesuai yang disampaikan pak Karnadi (Kades Sako Suban). Beliau ini ujung tombak dari pemerintah daerah, adanya negara itu karena ditunjukan adanya pak Karnadi. Bayangkan bila gak ada Pak Karnadi yang bertanggung jawab selama 24 jam. Konflik masyarakat, gelut apa dan kita kan tahu sendiri masyarakat di daerah ini berbeda dengan masyarakat di jawa,” terang dia.
Asisten I Pemkab Muba Yudi Herzandi mengatakan, terkait dengan kunjungan dari Komisi II DPR RI ini diharapkan mereka akan melihat dan menelusuri lagi bagaimana kronologis terbitnya Permendagri No 76 Tahun 2014 itu. “Karena Permendagri No 76 Tahun 2014 kita tidak tahu bagaimana proses terbitnya, tapi kalau dari Permendagri 50 Tahun 2014 kita tahu,” kata dia.
Yudi menuturkan, Pemkab Muba sendiri sudah beberapa kali bersurat ke Mendagri, hingga ke Presiden RI soal terbitnya Permendagri No 76 Tahun 2014 ini.“Tapi tidak ada tanggapan, sekarang Alhamdulillah Komisi II DPR RI turun dan kalau memang nanti akan mengecek lapangan akan menyesuaikan dengan aturan, apakah benar ini sesuai dengan aturan atau tidak,” ungkap dia.