REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum korupsi dari Universitas Islam Indonesia, Ari Wibowo mendukung Menteri BUMN Erick Thohir memberantas korupsi di lingkungan BUMN. Komitmen itu diwujudkan Erick dengan menyerahkan laporan perkara dana pensiun (dapen) BUMN bermasalah kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).
Ari mengamati ada kemiripan laporan perkara dapen BUMN ini dengan awal mula terkuaknya skandal mega korupsi di PT ASABRI dan PT Jiwasraya. Erick melaporkan PT Asabri ke Jaksa Agung pada 2020 berdasarkan temuan audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sedangkan PT Jiwasraya diusut setelah mendapatkan opini tidak wajar dari hasil audit Badan Pengawas Keuangan (BPK). "Hal serupa terjadi pada dana pensiun ini karena dugaan adanya penyimpangan didasarkan pada hasil audit BPKP," kata Ari kepada Republika, Rabu (4/10/2023).
Atas kemiripan tersebut, Ari mengendus besarnya potensi korupsi dalam kasus Dapen BUMN. "Dengan kesamaan pola tersebut, artinya awal mula dugaan penyelewengannya didasarkan pada hasil audit BPK atau BPKP, maka menurut saya kemungkinan adanya korupsi sangat tinggi," lanjut Erick.
Dalam perkara ini, Ari menyoroti kepercayaan Erick Thohir kepada Kejagung. Menurutnya, kepercayaan ini terbentuk karena kian moncernya kinerja Kejagung menangani kasus-kasus mega korupsi. "Menteri BUMN sebagai pihak pelapor merasa puas dengan penangan kasus PT ASABRI dan PT Jiwasraya oleh Kejagung," ujar Ari.
Sehingga Ari memandang fenomena ini sekaligus bisa menjadi bahan refleksi bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga yang disiapkan sebagai lembaga extraordinary dalam pemberantasan korupsi itu malah tak dipercaya Menteri BUMN dalam menangani kasus dugaan korupsi.
"Jadi bukan hanya persepsi publik yang lebih mempercayai kejaksaan dibanding KPK, menteri pun juga sama," ujar Ari.
Diketahui, Erick telah menjalin kerja sama dengan Kejagung dan BPKP. Erick bergerak hanya berbekal perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk fokus membongkar kasus megakorupsi di BUMN.
Sementara itu, hasil audit audit internal BUMN, ditemukan bahwa terdapat dari 48 dapen yang dikelola BUMN. Dari jumlah itu, sebanyak 34 dapen BUMN di antaranya atau sebesar 70 persen dalam kondisi sakit atau bermasalah.
Erick lekas meminta bantuan BPKP untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu. Audit BPKP itu, menurut Erick, dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal, audit dengan tujuan tertentu itu dilaksanakan pada empat Dapen BUMN. Keempat dana pensiun ini, kata Erick, mengalami kerugian Rp 300 miliar. Penyebabnya diduga adalah penyimpangan pada investasinya.