REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Seiring dengan upaya pemberantasan pungutan liar (pungli) berkedok ekstrakulikuler di sekolah-sekolah, DPRD Kota Bogor menerima laporan ada 71 SD dan SMP negeri menghentikan kegiatan ekstrakulikuler. Meski menyetujui dengan upaya penegakan disiplin dan pemberantasan pungli yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, legislator memberi sorotan di beberapa hal.
Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri, mengatakan penghentian ekstrakulikuler itu diakibatkan adanya Surat Perintah Wali Kota Bogor nomor 420/Sprint. 3524 - Umum tentang tindaklanjut penanganan kasus pungli di sekolah. Sehingga efek domino dan kegaduhan pun mulai bermunculan.
“Jangan sampai ruang untuk kreasi dan prestasi anak didik di bidang akademik, seni, olahraga, budaya dan keterampilan lainnya sebagai ekstra di dunia pendidikan yang ditopang oleh peran serta iuran orang tua menjadi hilang. Padahal anggaran pemerintah belum mampu membiayai sektor ini,” kata Saeful, Ahad (1/10/2023).
Menurutnya, pihak sekolah saat ini takut menggelar kegiatan ekstrakulikuler. Karena dalam kegiatan tersebut, dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang ada tidak mampu menopang pembiayaan kegiatan, sehingga perlu adanya kontribusi dari orang tua.
Lantaran tidak adanya batasan dan penjelasan resmi terkait apa itu pungli, sambung Saeful, maka pihak sekolah kini memilih tidak menggelar kegiatan apa pun. Padahal banyak ajang perlombaan yang akan digelar pada Oktober sampai November, yang seharusnya bisa diikuti oleh siswa-siswi di seluruh Kota Bogor.
“Tentunya ini berdampak kepada anak-anak yang memiliki bakat namun tidak dapat menyalurkannya. Padahal nantinya jika mereka memenangkan perlombaan itu, akan menjadi salah satu sertifikat yang bisa digunakan untuk mengambil jalur prestasi (Japres),” ujarnya.
Saeful menegaskan, kurikulum Merdeka Belajar yang saat ini dijalankan seharusnya bisa menjadi wadah bagi para siswa dan guru, dalam mengembangkan diri dan memberikan kebabasan dalam belajar. Namun, pada kenyataannya Pemkot Bogor dan Wali Kota Bogor menurutnya malah membelengu kebebasan di dunia pendidikan, dengan memberikan rasa takut kepada guru dan siswa dalam mengembangkan karier.
“Sekolah tidak boleh takut. Siswa harus merdeka belajar. Guru harus dimuliakan. Ini semua akan kami benahi dan kami serius untuk bisa memperbaiki kondisi pendidikan yang ada saat ini. Semua harus merdeka belajar,” tegasnya.
Terpisah, Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Bogor Devie P. Sultani, menilai Pemkot Bogor telah abai dalam memastikan pendidikan berbasis kurikulum Merdeka Belajar. Karena saat ini siswa-siswi dan guru di Kota Bogor tengah terkungkung oleh stigma buruk bahwa sekolah ada sumber pungli dan korupsi.
“Lagi-lagi Pemkot Bogor menunjukkan ketidakberpihakkan mereka kepada sektor pendidikan. Mereka hanya menunjuk sekolah sebagai sumber dari segala persoalan, sedangkan tidak menyiapkan solusi agar siswa dan guru masih bisa merdeka belajar,” ujarnya.
Sedangkan di sisi lain, menurut Devie Pemkot Bogor tidak menyediakan anggaran yang cukup dalam menopang kegiatan merdeka belajar. Jika berkaca pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor, dari 20 persen porsi anggaran yang diajukan oleh Pemkot Bogor, setengahnya sudah habis untuk pembiayaan gaji dan tunjangan.
Sedangkan, Devie mengatakan, program yang berkenaan dengan dunia pendidikan sangat minim anggarannya. “Jadi kami akan meminta kepada Pemerintah Kota Bogor untuk segera memperbaiki kondisi saat ini. Kalau memang peduli, tunjukkan dari pengalokasian anggaran,” ujarnya.
Diketahui, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, tengah mendalami indikasi pungli di sekolah-sekolah, yang berdalih biaya ekstrakulikuler. Meski tidak menyebut secara rinci di sekolah mana saja, ia mengaku sedang mempelajari kasus yang merugikan orang tua siswa ini.
“Harus jelas batasannya, mana ekstrakulikuler yang dibenarkan untuk dimintakan sumbangan, mana yang tidak boleh. Ini harus clear (jelas) aturannya,” kata Bima Arya kepada wartawan, Senin (25/9/2023).