Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi melalui Subdit Agraria pada 1973 menerbitkan 115 surat girik untuk tanah seluas 51 hektare di dalam hamparan tanah Eigendom Verponding Nomor 5658 seluas 2.400 hektare yang telah dibeli Gusnidar.
Gusnidar sebagai orang tua angkat Didi, lalu menugaskan untuk mengurus hak tanah tersebut, dan khusus mengurus tanah yang sudah diterbitkan sertifikat nomor satu atas nama Departemen Hankam di Desa Jatisampurna. Lokasi tersebut sekarang bernama Jatikarya.
"Saya diberi surat tugas oleh ibu angkat pada tanggal 12 September 2005 untuk mengurus hak kepemilikan sebagaimana dinyatakan dalam surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT)," kata Didi menjelaskan.
Dia menambahkan, pada 13 Mei 1973, sebanyak 115 surat girik tersebut dibeli oleh Rifai AS secara pribadi, tidak menggunakan jabatanya. Pada tahun itu, Rifai AS menjabat sebagai Dandema Mabes ABRI dengan pangkat letnan kolonel dari matra Angkatan Darat (AD).
"Rifai AS membeli tanah tersebut atas nama pribadi," kata Didi sambil menunjukan bukti-bukti fakta yuridisnya tentang jual beli tanah tersebut kepada Republika.co.id.
Selanjutnya pada 1974, kata Didi, Rifai AS menjual tanah tersebut kepada H Tomy bin H Jayadi. H Tomy merupakan orang tua Didi. Dengan menyerahkan surat asli terkait tanah tersebut yang dibeli senilai Rp 11,5 juta.
Adapun suratnya mencakup, 115 lembar girik asli, peta rincik tanah, surat keterangan sementara pengganti KTP atas nama para pemilik girik, surat keterangan tidak sengketa, kuitansi pembayaran dari Rifai AS kepada para pemilik girik, akta pengikatan dan akta jual beli oleh notaris Kamariah Suparwo SH.
Ada pula Surat Pernyataan Kesepakatan Jual Beli tanggal 21 Juli 1974 antara Rifai AS dan H Tomy. Kemudian pada 25 Juli 1974, H Tomy kembali memberikan kuitansi pembayaran sebesar Rp 23,5 juta kepada Rifai AS. Serta, kuitansi pembayaran Rp 10 juta akhir pelunasan pada 21 Agustus 1978 juga diberikan kepada Rifai AS.
"Ketika itu setelah selesai pembebasan dari masyarakat, tanah itu dipagar kawat berduri di sekelilingnya dan dijaga oleh anak buah Rifai sebanyak sembilan orang yang pada 24 April 1994, nama-nama itu saya catat," kata Didi.
"Di antanya Djadjang Triyatna golongan 2C, Agus Fahriyana golongan 2C, Heru S golongan 2C, Sutikno golongan 2C, Mahir golongan 1D, Suratmi golongan 2C, Serma Khusnan dari Angkat Laut dan Kapten Mulyadi seorang anggota polisi," kata Didi menambahkan.
Selain mencatat semua nama, Didi juga menjelaskan kepada mereka tanah itu milik H Tomy, bukan milik Dephan yang sekarang menjadi Kemenhan. Bukan pula milik Mabes ABRI yang sekarang menjadi Mabes TNI. Sembilan orang itu tinggal di rumah sederhana tipe 35 di atas tanah milik H Tomy.
"Ada satu tower dengan bangunan, satu pos penjaga dan pada waktu itu digunakan untuk berkebun. Sembilan orang itu menyatakan tidak mengerti siapa pemilik tanah itu," kata Didi menirukan orang yang menjaga tanah itu.
Setelah itu, Didi mengurus penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan tahun 1994 dan surat keterangan tidak sengketa atas tanah tersebut dengan nomor 171/KT/VI/94 tanggal 25 Juli 1994 dari kantor Desa Jatikarya. Ketika itu, kepala desa dijabat oleh H Agus Nosaris.
Surat keterangan tidak sengketa atas tanah tersebut sebanyak enam lembar dengan nomor berurutan dari nomor 171 sampai dengan 176. Sementara enam lembar SPPT untuk tanah seluas 51 hektare tersebut dan SPPT atasnama H Didi SB bin H Tomy dengan nomor SPPT sebagai berikut: 1.007-0006/904-01 luas tanah 222.904 meter persegi (m2).
Kemudian, 007-0001/94-01 luas tanah 105.483 m2, 007-0002/94-01 luas tanah 76.572 m2, 007-0004/94-01 luas tanah 46.246 m2, 5.007-0005/94-01 luas tanah 301.349 m2, serta 007-0003/94-01 luas tanah 50.304 m2.
Bertemu Jenderal Edi Sudrajat...