Kamis 13 Apr 2023 11:43 WIB

BPN Kota Bekasi Ungkap Kemenhan Gugat Lahan Tol Jatikarya

Sudah menang di pengadilan, warga menuntut pencairan uang ganti rugi Rp 218 miliar.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Erik Purnama Putra
Ahli waris warga Jatikarya masih tetap bertahan menduduki tanahnya yang dijadikan Tol Cibitung-Cimanggis (Cimaci) hingga Selasa (11/4/2023) pagi WIB.
Foto: Republika/Ali Yusuf
Ahli waris warga Jatikarya masih tetap bertahan menduduki tanahnya yang dijadikan Tol Cibitung-Cimanggis (Cimaci) hingga Selasa (11/4/2023) pagi WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi akhirnya, mengungkap alasan belum dikeluarkannya surat pengantar pengembalian uang konsinyasi sebesar Rp 218 miliar untuk ahli waris warga Jatikarya, Kota Bekasi, yang lahannya menjadi bagian Tol Cimanggis-Cibitung (Cimaci). Ratusan warga Jatikarya berkali-kali turun ke jalan menuntut pencairan ganti rugi, termasuk aksi terakhir menutup Gerbang Tol Jatikarya pada Senin (11/4/2023).

Kepala BPN Kota Bekasi Amir Sofyan mengatakan, tanah yang diklaim milik ahli waris warga Jatikarya ternyata merupakan aset milik Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Karena itu, uang ganti rugi yang sudah dicairkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) masih tertahan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi karena ada gugatan dari Kemenhan.

"Yang jelas sekarang ada upaya hukum dari Kemenhan karena sampai saat ini masih tercatat sebagai aset Kemenhan," kata Amir kepada wartawan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (13/4/2023).

Amir pun meminta semua pihak, termasuk ahli waris Jatikarya, menghormati proses akhir penanganan sengketa tanah tersebut. Dia tidak menjelaskan proses akhir yang dimaksud sedang berada di PN Kota Bekasi, Pengadilan Tinggi Bandung, atau malah berada di Mahkamah Agung (MA). "Semua pihak menunggu putusan akhir," kata Amir singkat.

Koordinator ahli waris lahan Jatikarya, Gunun HM, memastikan, ratusan warga yang lahannya sudah diserahkan untuk pembangunan tol sudah tidak perlu lagi menunggu proses akhir di pengadilan. Pasalnya, sudah ada keputusan hakim dari tingkat pertama sampai ke MA melalui proses peninjauan kembali (PK), yang hasilnya menguatkan jika tanah itu milik warga dan pemerintah wajib membayar uang ganti rugi.

"Sudah ditetapkan nilai tanah itu sebesar Rp 218 miliar dengan luas 4,2 hektare yang telah berubah jadi jalan tol sepanjang kurang lebih satu kilometer," kata Gunun.

Dia pun kecewa dengan BPN Kota Bekasi yang sampai saat ini enggan mengeluarkan surat rekomendasi. Alhasil, uang ganti rugi itu tak bisa dicairkan karena tertahan di pengadilan. Alhasil, warga terus menunggu kepastian pencairan dari pengadilan sampai harus menggelar aksi menutup jalan tol.

"Karena secara putusan sudah benar sudah sah, tetapi BPN itu sendiri tidak mau mengeluarkan surat pengantar dan pengadilan akhirnya berdalil tidak mau mengeluarkan surat ketetapan dengan dalilnya karena belum ada surat pengantar dari BPN," kata Gunun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement