REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, menyatakan penanganan dan pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan di Indonesia hingga saat ini belum menemukan kondisi yang ideal. Menurut dia, perlu diketahui bahwa setiap perempuan korban kekerasan memiliki kondisi yang berbeda-beda.
"Dengan demikian, kebutuhan pemulihannya pun beragam,” katanya dalam Peluncuran Laporan Nasional Hasil Pemantauan Pelaksanaan Mekanisme Keadilan Restoratif di Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Mariana mengatakan setiap perempuan yang menjadi korban kekerasan memiliki kondisi yang berbeda, sehingga membutuhkan pemulihan yang beragam dan upaya tersebut belum maksimal hingga sekarang. Dalam situasi itu, Mariana menekankan perlunya bekerja secara sinergi dalam menyatukan setiap kekuatan yang ada, baik dari sumber daya maupun kewenangan masing-masing untuk bisa memberi penanganan yang ideal bagi perempuan korban kekerasan.
Komnas Perempuan juga bersinergi dengan pemerintah, penegak hukum hingga organisasi masyarakat maupun komunitas korban, untuk memastikan prinsip-prinsip penanganan korban dalam penyelenggaraan kebijakan penanganan dan pemulihan. Penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia juga masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 serta visi pemerintah periode 2019-2024, yaitu Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong.
Visi tersebut kemudian diwujudkan melalui sembilan misi yang dikenal sebagai Nawacita II, yang salah satunya adalah misi Penegakan Sistem Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya. Mariana menyebutkan kehadiran UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga menjadi amunisi baru dalam meningkatkan langkah-langkah penanganan serta pemulihan korban yang datang dengan berbagai kompleksitasnya.
Terlebih, keadilan restoratif saat ini sudah menjadi konsumsi publik sebagai alternatif penyelesaian atas sejumlah kasus, termasuk pidana dan menjawab masalah-masalah penanganan hukum yang masih menemui sejumlah kendala. Pendekatan-pendekatan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan akhirnya perlu diletakkan sebagai prioritas oleh setiap pemangku kepentingan mulai dari nasional hingga daerah. Hal itu, lanjutnya, karena adanya isu seperti over capacity Lapas, meningkatnya jumlah perkara yang tidak sebanding dengan jumlah aparat penegak hukum hingga mahalnya biaya perkara, serta kondisi kasus yang beragam dan kondisi geografis di Indonesia dengan fasilitas terbatas, terutama di wilayah kepulauan.