Senin 18 Sep 2023 21:03 WIB

Perempuan PKB: Politik dan Kepemimpinan Nasional Harus Ramah kepada Perempuan

Perempuan PKB rumuskan Kebijakan Kesetaraan Gender untuk Kepemimpinan Nasional.

Rep: rilis dpp pkb/ Red: Muhammad Subarkah
Akivtis Perempuan PKB berkumpul bahas isu strategis  kepemimpinan  nasional yang ramah kepada perempuan.
Foto: DPP PKB
Akivtis Perempuan PKB berkumpul bahas isu strategis kepemimpinan nasional yang ramah kepada perempuan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perempuan Bangsa mengumpulkan sejumlah aktivis perempuan untuk merumuskan kebijakan kesetaraan gender bagi kepemimpinan nasional. Tujuannya agar isu perempuan menjadi isu strategis kepemimpinan nasional.

“Kami menggali berbagai masukan dari berbagai organisasi, tokoh, dan aktivis perempuan agar isu-isu perempuan menjadi program dan isu strategis kepemimpinan nasional,” kata Ketua Umum Perempuan Bangsa, Siti Mukaromah, di Jakarta, Senin (18/9).

Hal lain yang juga dibahas dalam FGD ini antara lain  evaluasi dan efektifitas afirmasi action kuota 30 persen yang implementasinya belum maksimal. Kemudian kesetaraan gender di semua tingkatan pendidikan, pengakuan Ulama Perempuan dalam peran-peran keagamaan, akses kesehatan reproduksi yang tidak diskriminatif, anggaran kesehatan untuk remaja perempuan dan ibu hamil, dan sebagainya. 

Wakil Ketum DPP PKB Ida Fauziyah menyoroti rendahnya akses dan partisipasi politik perempuan. “Demokrasi kita masih sangat formalitas dan substansial. Kita punya PR sedemikian rupa, menurunkan stunting, menurunkan kemiskinan, dan lain-lain,” paparnya.

Salah satu contohnya, lanjut Ida Fauziyah, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Khususnya pada Pasal 8 ayat (2) mengenai perhitungan syarat keterwakilan perempuan.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni, menambahkan bahwa afirmasi masih menjadi beban bagi parpol. Ada diskonektifitas antara ruang kebijakan dan ruang kelembagaan di partai politik. Kerja-kerja penguatan perempuan politik harus terus dilakukan.

 “Walaupun ada kebijakan aktivisme yudisial oleh perempuan, tapi itu tidak cukup. Karena afirmasi masih dianggap beban. Politik dianggap mahal dan ekosistem politik tidak ramah dan tidak bersahabat dengan perempuan,” kata Titi menambahkan.

 Titi juga menyoroti diskonektifitas antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya. Hal ini perlu menjadi prioritas setelah kontestasi Pemilu 2024. Selain itu, dirinya juga menyoroti dampak artificial intelligence (AI) bagi perempuan, terutama para pekerja perempuan yang kemudian akan digantikan dengan teknologi.

Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Dian Kartika Sari menilai pentingnya isu-isu perempuan dalam climate change. Ada tiga pilar yang harus diintervensi, yakni pilar ekonomi, pilar sosial dan Sumber Daya Alam (SDA). Menurutnya, perempuan tidak pernah terlibat dalam green economy, sirkular ekonomi, dan perlu terlibat dalam bagaimana mendesain energi terbarukan dan energi alternatif ramah perempuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement