Senin 18 Sep 2023 19:57 WIB

KPK Resmi Tahan M Kuncoro Wibowo Terkait Korupsi Bansos Senilai Rp 127 Miliar

Eks dirut BGR dan PT Transjakarta ditahan KPK selama 20 hari ke depan.

Rep: Flori Anastasia Sidebang/ Red: Erik Purnama Putra
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan eks Dirut PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), M Kuncoro Wibowo. Penahanan ini dilakukan usai dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan rasuah penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020-2021 di Kementerian Sosial (Kemensos).

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka MKW di Rutan KPK," kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (18/9/2023).

Baca Juga

Mantan dirut PT Transjakarta tersebut bakal ditahan selama 20 hari ke depan hingga 7 Oktober 2023. Namun, masa penahanannya dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan kasus tersebut. "Dengan penahanan ini, maka seluruh tersangka yang telah ditetapkan dalam perkara ini, telah dilakukan penahanan," ujar Asep.

Selain Kuncoro, KPK menetapkan total enam tersangka dalam kasus ini. Lima tersangka lainnya adalah Direktur Komersial PT BGR Persero periode 2018-2021, Budi Susanto; Vice President Operasional PT BGR, April Churniawan; Dirut Mitra Energi Persada (MEP), Ivo Wongkaren; serta tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Roni Ramdani dan Richard Cahyanto.

Kasus itu berawal ketika Kemensos menunjuk PT BGR untuk menyalurkan bansos beras bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Nilai kontrak pekerjaan tersebut mencapai Rp 326 miliar.

Selanjutnya, atas sepengetahuan Kuncoro dan Budi, April secara sepihak menunjuk PT PTP milik Richard menjadi konsultan pendamping agar realisasi penyaluran bansos beras tersebut dapat segera dilakukan. Namun, penunjukkan PT PTP itu ternyata tidak melalui proses seleksi.

"Setingan sedemikian rupa tersebut diketahui MKW, BS, AC, IW, RR, dan RC," ungkap Asep.

Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR Persero dengan PT PTP tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas. Hal ini sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh Kuncoro dengan tanggal kontrak yang juga disepakati untuk dibuat mundur (backdate). 

"Atas ide IW, RR, dan RC, PT PTP membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi bantuan sosial beras," jelas Asep.

Roni kemudian menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT BGR Persero pada periode September-Desember 2020. Permintaan itu pun dipenuhi dengan pembayaran sekitar Rp 151 miliar yang dikirim ke rekening PT PTP.

Terdapat rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT PTP dengan kembali mencantumkan backdate. Hal ini dilakukan Budi dan April dengan mengintimidasi beberapa pegawai PT BGR. Akibat kecurangan para tersangka ini, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 127,5 miliar.

Atas perbuatannya, Kuncoro disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement