Senin 18 Sep 2023 03:05 WIB

Gerakan Capres Alternatif, Anak Muda Ingin Jadi Pemain Utama Bukan Penonton

Menurut Dimas Oky, usulan capres alternatif sebagai satire politik anak muda.

Dimas Oky Nugroho berdiskusi dengan komunitas anak muda dari berbagai kota membahas capres alternatif 2024.
Foto: Republika.co.id
Dimas Oky Nugroho berdiskusi dengan komunitas anak muda dari berbagai kota membahas capres alternatif 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pertemuan komunitas dan aktivis muda berlangsung di sejumlah kota dalam bentuk diskusi dan mengusung topik sikap politik anak muda menghadapi Pemilu 2024. Berawal pertemuan antar komunitas kepemudaan Jawa Barat di Sumedang akhir Agustus 2023, sejumlah pemimpin muda menggagas sebuah gerakan bernama Nusantara atau 'Anak Muda Satu Nusa Satu Suara'.

Dialog komunitas dan aktivis anak muda melalui gerakan Nusantara ini menjalar ke berbagai kota, seperti Medan, Denpasar, Yogyakarta. Rencananya, kegiatan itu berlanjut di kota-kota lain. Apa sajakah yang disuarakan dalam pertemuan mereka dalam kaitannya dengan Pemilu 2024?

Sebagai pemilih terbesar dan pemilik bonus demografi, para anak muda harus  lebih aktif dan partisipatif secara independen. Mereka juga ingin terlibat dalam perumusan kebijakan yang berdampak kepada kalangannya secara luas. Inisiator gerakan 'Nusantara' Anak Muda Satu Nusa Satu Suara, Raihan Muhammad Akmal, menjelaskan, munculnya gerakan tersebut adalah bentuk kritik.

Hal itu karena selama ini, isu anak muda hanya dijadikan isu pelengkap oleh elite politik. "Untuk itu kami memunculkan gagasan politik alternatif, kami misalnya memunculkan nama Dimas Oky Nugroho, menjadi simbol gerakan moral untuk menantang elitisme yang tidak berpihak pada perkembangan serta pemberdayaan anak muda secara nyata," kata pemimpin komunitas muda asal Bandung tersebut dikutip di Jakarta, Ahad (17/9/2023).

Ketua DPD KNPI Sumut, Samsir Pohan menjelaskan, wacana gerakan alternatif dan kritis dari kalangan anak muda adalah lazim terjadi jika merujuk tradisi dan sejarah partisipasi dan perlawanan politik anak muda di Indonesia. "Gerakan politik alternatif ini harus ditempatkan sebagai momentum isu bersama, semacam vitamin untuk mengoreksi kehidupan politik yang artifisial," kata Samsir di Medan.

Pada pertemuan komunitas anak muda kritis di Denpasar, Bali, 12 September lalu, Founder Praga Institute Arya Gangga menyatakan jika gerakan capres alternatif harus dilihat sebagai gerakan kebudayaan, bentuk protes dan bagian dari kritik anak muda yang sudah jenuh dengan dinamika politik di kalangan elite saat ini.

"Ini bagian kritik anak muda yang tidak dilibatkan secara esensial. Saya pikir memasuki tahun politik ini sudah saatnya anak muda untuk speak up berani mengambil sikap, punya sikap politik sendiri, bukan ikut gendang elite," ujar Arya yang juga aktivis KMHDI ini.

Di Yogyakarta, belasan pemimpin komunitas berkumpul dan menyatakan dukungan atas gerakan Satu Nusa Satu Suara ini. Pemimpin Komunitas Millenual.Id yang juga pimpinan komunitas anak muda Nahdliyin Yogya, Fairaz Rhananda, menyatakan, tujuan digaungkannya gerakan politik alternatif semata-mata agar anak muda peduli dengan negara.

Sementara itu, Dimas Oky Nugroho merespons usulan anak-anak muda yang menggagas capres alternatif sebagai satire politik dan sikap kritis. "Dalam sejarah aktivisme politik kita, anak-anak muda biasanya akan bergerak jika muncul kesenjangan. Fokus kami selama ini adalah ikut berpartisipasi, anak muda agar menjadi pemain utama, bukan penonton," kata Dimas

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement