REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru, Riau mengintegrasikan materi anti atau memerangi perilaku lesbian gay biseksual dan transgender (LGBT) di sekolah. Hal ini dilakukan guna menghindari perilaku menyimpang itu sejak dini.
"Kami tidak bisa membuat kurikulum baru (khusus bahaya LGBT) karena tumpangan kurikulum kita berat. Makanya kita sebut dengan terintegrasi, tetap kita bahas tapi kita tidak buat mata pelajaran khusus itu," kata Kepala Dinas Pendidikan Pekanbaru Abdul Jamal, Jumat (15/9/2023).
Menurutnya, pembahasan terkait bahaya LGBT itu dilakukan di sekolah dengan menumpangkannya atau diintegrasikan dengan mata pelajaran terkait. Seperti pada mata pelajaran agama, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, dan muatan lokal budaya melayu.
Guru bisa mengintegrasikan dengan pembahasan terkait bahaya LGBT kepada siswa. Guru bisa memberikan pemahaman terkait bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari perilaku menyimpang tersebut.
"Pada pelajaran budaya itu misalnya, kita sampaikan adat, adab, dan sopan santun. Jadi diintegrasikan saja, tidak buat mata pelajaran sendiri. Nanti kalau dijadikan mata pelajaran LGBT nanti susah," ujarnya.
Menurutnya, integrasi pembelajaran anti LGBT ini telah mulai dilakukan. Guru sudah mulai memberikan pendidikan tersebut di sekolah masing-masing.
Hal tersebut dilakukan usai Pejabat Wali Kota Pekanbaru, Muflihun menginstruksikan kepada disdik untuk memberikan pendidikan awal yang mengajarkan tentang pencegahan paham LGBT. Dimulai sejak tingkat pendidikan anak usia dini, taman kanak-kanak, dan sekolah dasar.
Selain itu, di lingkungan rumah, orang tua juga diharapkan memberikan perhatian khusus kepada anak-anak mereka. Mereka perlu aktif berkomunikasi dengan anak-anaknya untuk mencegah perilaku LGBT.
"Saat di sekolah didampingi, di rumah tentu orang tua juga harus ikut mendampingi. Harus ada kolaborasi orang tua dan guru, apalagi ketika anak berperilaku aneh," ujar Muflihun.