Selasa 12 Sep 2023 10:15 WIB

BNPB: Denda Pelaku Flare Prawedding Bromo Masih Kurang Dibanding Biaya Pemadaman Api

Kerugian ekonomi bisa dibayar tapi kerugian ekologi butuh waktu untuk merestorasi.

Api membakar hutan dan lahan (karhutla) kawasan Gunung Bromo terlihat di Pos Jemplang, Malang, Jawa Timur, Sabtu (9/9/2023). Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur luas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sejak 30 Agustus itu sekitar 274 hektar dan diduga sumber api akibat suar yang dinyalakan pengunjung.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Mada
Api membakar hutan dan lahan (karhutla) kawasan Gunung Bromo terlihat di Pos Jemplang, Malang, Jawa Timur, Sabtu (9/9/2023). Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur luas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sejak 30 Agustus itu sekitar 274 hektar dan diduga sumber api akibat suar yang dinyalakan pengunjung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, menilai denda untuk pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kawasan Gunung Bromo, Jawa Timur, masih kurang jika dibandingkan dengan biaya operasional heli water bombing.

Abdul dalam Disaster Briefing diikuti daring di Jakarta, Senin (11/9/2023) malam, menjelaskan pelaku atau penanggung jawab wedding organizer yang menyalakan suar pada sesi foto prewedding penyebab kebakaran di Bromo, telah dikenakan pidana oleh kepolisian dengan ancaman penjara dan denda maksimum Rp 1,5 miliar.

Baca Juga

"Saya cuma akan berbicara Rp 1,5 miliar. Biaya operasional water bombing itu satu sorti, satu jam sudah lebih dari Rp 200 juta dan belum tuntas saat ini mungkin (masih) kurang, karena seperti yang kita lihat di (Gunung) Arjuna saja itu operasi water bombing kita sudah lebih dari empat hari," ujar Abdul.

Abdul juga mengungkapkan 90 persen kejadian karhutla disebabkan oleh perbuatan manusia, baik langsung maupun tidak langsung. Pada kawasan lahan gambut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memiliki mekanisme penegakan hukum. TNI-Polri kemudian mengkaji secara forensik sebab kejadian untuk dilakukan penegakan hukum bagi pelaku.

Abdul menyampaikan hal tersebut dapat menjadi evaluasi bagi masyarakat bahwa sangat penting mencegah atau menghindari keteledoran yang menyebabkan terjadinya kebakaran. Sebab tidak hanya kerugian ekonomi yang ditanggung, namun juga kerugian ekologi.

"Kerugian ekonomi mungkin bisa kita bayar tapi kerugian ekologi mungkin butuh waktu untuk merestorasi," ujar dia.

Selain itu Abdul mengatakan bahwa pihaknya sering mendapatkan laporan sangat tinggi tentang kebakaran di pinggir jalan tol. Hal tersebut sudah bisa dipastikan penyebabnya dari pengendara yang membuang puntung rokok ke jalanan.

"Mari kita jaga sama-sama lingkungan kita. Kondisi cuacanya bukan penyebab, tapi akan menjadi katalis yang sangat cepat untuk bisa membuat kebakaran terus tereskalasi menjadi bencana," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement