Jumat 08 Sep 2023 18:41 WIB

Pakar Politik: Demokrat Terlalu Reaktif, PKS Mainnya Manis

Sikap terlalu reaktif terhadap duet Anies-Muhaimin dinilai bisa merugikan Demokrat.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) didampingi jajaran pengurus dan kader menyampaikan konferensi pers di kanto DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (4/9/2023). Dalam keterangannya AHY mengatakan bahwa Partai Demokrat sudah bukan bagian dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan sekaligus bersiap membuka ruang komunikasi dengan koalisi yang sudah ada saat ini. Selain itu AHY juga mengucapkan selamat kepada Capres Anies Baswedan dan Cawapres Muhaimin Iskandar usai mendeklarasikan sebagai pasangan Capres dan Cawapres pada Pemilihan Presiden 2024 mendatang.
Foto:

Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, juga membandingkan perbedaan sikap Partai Demokrat dan PKS dalam merespons wacana duet bacapres Anies Baswedan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Ujang menyebut, Demokrat sebagai partai paling kecewa di Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) atas wacana duet tersebut.

"Saya pikir tidak ada penolakan dengan PKS, beda dengan Demokrat yang habis-habisan menolak, merasa dikhianati, sedangkan PKS adem-adem aja," ujar Ujang dalam keterangannya, Jumat (1/9/2023).

Kekecewaan Demokrat dipicu Anies yang dinilai melanggar kesepakatan dan membentuk koalisi secara sepihak bersama Partai Nasdem dan PKB. Selain itu, nama Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang digadang-gadang paling potensial mendampingi Anies sebagai cawapres, justru berubah.

"Tentu Demokrat kecewa, merasa dikhianati, merasa dibohongi. Maka, ya, dari situ kelihatannya Demokrat akan mencari alternatif pilihan dan bisa saja mendukung poros yang lain," ujarnya.

Namun demikian, keputusan Demokrat, termasuk apakah bergabung dengan koalisi lain, akan diputuskan oleh rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat. Sementara, PKS masih sangat mungkin berada di koalisi Nasdem mendukung Anies. Hal itu karena PKS diuntungkan dari sisi elektoral ketika mendukung Anies.

Sebab, sejak Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, PKS telah mengasosiasikan figur mantan Gubernur DKI Jakarta itu dekat dengan PKS. "Jadi, kalau misalkan PKS itu keluar dari Anies itu rugi, tidak ada dapat efek elektoral. Selama ini kan dari dulu sejak mulai Pilkada DKI itu ya PKS itu melekat dengan Anies Baswedan, makanya saya melihat bisa jadi PKS tetap akan bersama Nasdem," ujarnya.

"Karena kalau ke partai koalisi yang lain, ke Prabowo atau ke Ganjar, itu tidak memberikan efek elektoral, tapi kalau dengan Anies masih bisa dapat, masih menguntungkan bagi PKS. makanya saya pikir tidak ada penolakan dengan PKS," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement