Ahad 27 Aug 2023 17:52 WIB

Fahri Hamzah Usul Sistem Pemilu Didesain Ulang

Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengusulkan sistem pemilu didesain ulang.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah. Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengusulkan sistem pemilu didesain ulang.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah. Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengusulkan sistem pemilu didesain ulang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Periode 2019-2014 Fahri Hamzah mendorong adanya desain ulang sistem pemilu, aturan dan perangkat pendukungnya. Menurutnya demokrasi sekarang memfasilitasi adanya pertengkaran, sehingga tidak ideal lagi untuk digunakan.

"Orang Amerika dan Eropa saja sudah kewalahan banget soal demokrasi liberal ini, karena terlalu menfasilitasi pertengkaran, semakin nggak efektif," kata Fahri dalam keterangannya, Sabtu (26/8/2023).

Baca Juga

Ia mengatakan pertengkaran-pertengkaran yang tidak ideal itu telah menyebabkan terjadinya politik identitas. Ditambah lagi dengan adanya sosial media, yang menyebabkan pertengkaran itu semakin memanas.

"Akhirnya orang berpikir, kalau demokrasi tidak bisa dipakai lagi untuk mengkonsolidasi kesejahteraan. Justru di negara-negara seperti Rusia, Turki dan Cina, kesejahteraannya bisa terkonsolidasi dengan baik, ada pertumbuhan. Ini mereka sebutnya demokrasi, tapi kita menentangnya karena sirkulasi pemimpin, terutama di eksekutifnya itu yang tidak lancar," ujarnya.

Fahri menilai Indonesia perlu memikirkan desain pemerintahan yang lebih stabil, dan tidak perlu lagi mengeksplor konflik di tingkat bawah seperti yang terjadi sekarang. Hal itu agar tidak ada lagi pertengkaran dan pemilu jauh lebih murah.

Ia menuturkan, masa depan Indonesia sebenarnya ada di Sistem Distrik, dan pemilihan presiden dikembalikan di MPR RI pakai Sistem Electoral College seperti di Amerika. Ia pun membandingkan dengan sistem pemilu di Amerika yang bukan pemilihan presiden langsung.

"(Amerika) negara demokrasi juga, dia pakai electoral college. Harusnya ada dua dapil, kabupaten/kota dan provinsi," katanya.

Menurut Fahri, sistem pemilu yang tepat untuk Indonesia adalah Sistem Distrik, dimana untuk DPR di kabupaten/kota, sedangkan provinsi untuk pemilihan DPD RI. Dalam Sistem Distrik ini, provinsi menjadi dapil DPD, sehingga sekaligus untuk memperkuat kelembagaan DPD di tengah desakan untuk membubarkan.  

"Jadi mendesain ulang sistem pemilu, inilah yang menjaga demokrasi ke depan. Sebab, tidak bisa hanya memperbaiki DPR, demokrasi jadi baik," ucapnya.

Selain itu, wakil ketua umum Partai Gelora itu mengatakan sistem kepartaian saat ini agak keliru dalam demokrasi. Sebab, kekuatan itu ada di pejabat publik, apalagi di dalam  presidensial tidak boleh ada institusi yang mengendalikan negara dari belakang layar.

"Diatur-atur dari belakang adalah bentuk terpedo dan kudeta terhadap presiden dalam negara demokrasi. Pejabat publik itu harus transparan, kalau terlalu banyak dapurnya yang tidak kelihatan, itu akan mengganggu pertanggungjawaban. Itu yang tidak boleh kita biarkan ke depan, makanya kita kembalikan sistemnya bahwa yang berdaulat itu, adalah orang yang dipilih oleh rakyat termasuk di DPR," tegasnya.

Karena dipilih oleh rakyat, maka anggota DPR tidak boleh memiliki loyalitas ganda, selain kepada konstituennya. Ia menegaskan bahwa wakil rakyat adalah wakil rakyat, bukan wakil partai, sehingga partai politik tidak bisa semena-semena melakukan pemberhentian terhadap anggota DPR.  

"Jadi menurut saya, ke depan itu, yang bisa menjamin adalah adanya satu sistem yang lebih stabil dan dinamis. Jangan sampai kita terkunci, kita terjebak seperti Orde Baru," kata Fahri. 

"Reformasi parlemen juga perlu dimatangkan lagi, dulu sudah pernah kita serahkan ke Tim DPR dan MPR. Sehingga masing-masing demokrasi harus ditata dan dikelola dengan satu sistem," kata dia menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement