REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus memberikan tindakan tegas terhadap pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang menciptakan polutan di Jakarta. Sama halnya penindakan tegas yang dilakukan terhadap empat warga Tangerang yang baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka penyebab polusi udara.
“KLHK seharusnya juga memberi tindakan tegas kepada PLTU batu bara dan perusahaan pencemar udara. Ya harus (dibawa ke ranah hukum)” kata Nirwono kepada Republika, Kamis (24/8/2023).
Nirwono mengatakan, PLTU perlu diberi waktu beberapa tahun untuk beralih dari sumber energi batu bara ke energi baru terbarukan secara bertahap. Jika perusahaan bergeming terhadap aturan itu, bisa dilakukan penutupan operasional.
“PLTU diberi waktu dalam 1-5 tahun sudah harus beralih ke energi baru terbarukan secara bertahap atau terpaksa ditutup pada tahun kelima,” tutur dia.
Atau secara tegas, lanjut Nirwono, bisa juga dilakukan penindakan terhadap PLTU batu bara dengan menetapkan aturan bahwa perusahaan harus hengkang dari Jakarta dan wilayah penyangga.
“Seluruh perusahaan industri atau pabrik harus beralih ke industri ramah lingkungan dalam 5-10 tahun ke depan atau terpaksa dipindah keluar dari wilayah Jabodetabek,” tutur dia.
Nirwono menekankan pentingnya pemberian sanksi terhadap pabrik-pabrik yang berkontribusi terhadap polusi udara. Sektor industri sendiri diketahui merupakan salah satu sektor penyumbang terbesar, selain sektor transportasi, terhadap polusi udara.
Sebelumnya diketahui, tim penyidik penegakan hukum (Gakkum) KLHK menetapkan empat tersangka pembakaran limbah elektronik ilegal yang menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan dan pencemaran udara di wilayah Tangerang, Banten.
“Keempat tersangka tersebut yakni MA (39 tahun), HI (48 tahun), S (50 tahun), dan MK (40 tahun). Keempat tersangka saat ini telah ditahan di rumah tahanan kelas 1 Salemba, Jakarta Pusat,” kata Direktur Jenderak Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani saat konferensi pers di Jakarta, Senin (21/8/2023).
Dalam kesempatan itu, disampaikan bahwa tim penyidik bisa memberikan sanksi baik administrasi, pidana, maupun perdata tergantung jenis pelanggaran pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan.