REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh sempat panik usai mengetahui adanya operasi tangkap tangan (OTT) terkait suap pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA). Dia bahkan diketahui sampai mengganti nomor ponselnya.
Hal ini tertuang dalam memori kasasi yang diserahkan KPK ke MA. Kasasi tersebut diajukan atas vonis bebas terhadap Gazalba.
“Sebagai bentuk nyata kekhawatiran terdakwa pasca-OTT KPK kemudian mengganti nomor handphone-nya dari yang lama dengan nomor handphone yang baru,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (22/8/2023).
Selain itu, Ali mengatakan, Gazalba juga menghapus sejumlah pesan WhatsApp yang dia kirim ke asistennya Prasetio Nugroho. Fakta ini pun telah dibuka dalam persidangan beberapa waktu lalu.
“Tim Jaksa juga menyakini jejak digital tidak akan pernah bisa bohong,” ujar Ali.
Ali menambahkan, tindakan Gazalba menghapus chat WhatsApp tersebut sama dengan menghilangkan barang bukti. Hal ini pun dinilai telah menyalahi aturan yang berlaku.
“Perbuatan terdakwa maupun Prasetio Nugroho yang telah menghapus chat WA, selaku aparat penegak hukum terlebih keduanya sebagai hakim yang bertugas di kamar pidana seharusnya memahami larangan untuk menghilangkan barang bukti,” tegas Ali.
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas Gazalba Saleh. Ia dinilai tidak bersalah dalam kasus tersebut.
Gazalba Saleh sendiri didakwa menerima uang sebesar 20 ribu dolar Singapura untuk pengurusan perkara kasasi pidana terhadap pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Budiman Gandi. Uang yang berasal dari penggugat Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma ini diberikan pengacara mereka Yosef Parera dan Eko Suparno kepada Desy Yustria sebesar 110 ribu dolar Singapura.
Desy Yustria kemudian memberikan uang kepada Nurmanto Akmal sebesar 95 ribu dolar Singapura. Sebanyak 10 ribu dolar Singapura diberikan kepada Desy Yustria untuk pengurusan perkara. Selanjutnya uang 55 ribu dolar Singapura diberikan kepada Redhy dan Redhy memberikan uang 20 ribu dolar Singapura ke terdakwa melalui Prasetio Nugroho dan diserahkan ke Gazalba Saleh.
JPU pun menuntut hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dengan hukuman penjara selama 11 tahun dan denda Rp 1 miliar oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Gazalba dinilai telah terbukti menerima suap menyangkut perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana dengan terdakwa Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma.