REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap peredaran ratusan ribu butir obat keras daftar G ilegal tanpa izin edar selama periode Januari-Agustus 2023 senilai Rp 45 miliar. Dalam pengungkapan itu Polda Metro Jaya menetapkan 26 tersangka.
"Mulai bulan Januari sampai dengan Agustus ini total sudah ada 22 laporan polisi dan 26 tersangka yang dilakukan upaya paksa penangkapan untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut,” ujar Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (22/8/2023).
Ke-26 tersangka yang telah ditangkap yaitu AZ (Laki-laki/24 tahun), S (L/30), Z (L/22), MHH (L/20), Z (L/22), APAH (L/42), RA (P/28), W (L/53), M (L/44), AAR (L/52), RI (L/52), CS (L/40), S (L/61). Selanjutnya, ERS (Perempuan/49), J (L/47), FS (L/19), FP (L/28), WS (L/24 tahun), I (L/35), IM (L/36), S (L/27), M (L/26), A (L/28), MD (L/23), dan RNI (L/20).
Menurut Ade, puluhan tersangka adalah pihak importir, pihak farmasi yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku, baik di toko obat, apotek, hingga tempat kesehatan lainnya. Selain menangkap para tersangka, pihak penyidik juga melakukan penyitaan sebanyak 231.662 butir obat keras ilegal tanpa izin edar berbagai jenis, diantaranya Hexymer, Tramadol, maupun Alprazolam.
"Apabila ditotal hasil pengungkapan dari Januari sampai Agustus 2023 yang kami sita sebanyak 39.185 butir Hexymer, kemudian 31.993 Alprazolam termasuk psikotropika gol IV. Kemudian Tramadol sebanyak 11.383 butir dan berbagai jenis obat lainnya,” tegas Ade.
Ade menjelaskan, obat Hexymer dan Tramadol merupakan obat keras yang masuk dalam daftar G. Sedangkan Alprazolam termasuk jenis psikotropika golongan IV. Sehingga obat tersebut semestinya obat-obat tersebut tidak dapat dijual bebas.
Ade menambahkan, selain melakukan penyitaan obat-obatan, petugas juga mengamankan uang tunai sebesar Rp 26.849.000. Kemudian sebanyak 14 unit handphone, 4 bundel dan 3 strip resep dokter, 5.000 butir kapsul obat kosong, 1 unit mobil, dan 2 unit alat press obat sebagai barang bukti.
“Apabila ditotal dari empat kasus dari Januari-Agustus, total nilai barang sebesar Rp 45.668.000.000,” terang Ade.
Akibat perbuatannya, para tersangka dalam kasus tersebut dijerat Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) UU No 36 Nomor Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 60 angka 10 juncto angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Atas Perubahan Pasal 197 juncto Pasal 106 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Kemudian mereka juga dijerat Pasal 60 angka 10 juncto angka 4 Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang perubahan atas Pasal 197 juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Tersangka juga dikenakan Pasal 198 juncto Pasal 108 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (1) UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 86 ayat (1) juncto Pasal 46 ayat (1) UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 55 ayat (1) Kitab UU Hukum Pidana dan dijerat Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.