Selasa 22 Aug 2023 06:05 WIB

Guru Besar IPB Bicara Fortifikasi Pangan untuk Mengatasi Kekurangan Nutrisi

Susu menjadi yogurt atau gandum yang diolah menjadi roti contoh pemrosesan makanan.

Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Purwiyatno Hariyadi.
Foto: Dok IPB
Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Purwiyatno Hariyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ultra processed food (UPF) adalah bagian dari makanan yang sudah diproses dan ditambah dengan zat aditif, seperti pewarna buatan, gula, garam, perisa buatan, lemak dan lainnya. Hal itu bertujuan agar makanan menjadi lebih lezat, bisa lebih awet dan tahan lama, serta praktis dan enak untuk dikonsumsi.

Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Purwiyatno Hariyadi menjelaskan, tidak tepat apabila semua UPF dianggap tidak sehat. Dia menyebut, pengelompokkan makanan sebenarnya tidak semata-mata berdasarkan pada pengolahannya, khususnya untuk UPF.

"Masalahnya adalah ketika ultra processed food dinilai paling tidak sehat, padahal belum tentu," kata Purwiyatno kepada media di Jakarta, Senin (21/8/2023).

Dia mencontohkan, kecuali seseorang memetik apel langsung dari pohonnya atau meminum susu langsung dari sapi, sebagian besar makanan yang dijual sudah melalui proses secara teknis. Karena itu, sejumlah ahli gizi menganggap tidak semua pemrosesan makanan menjadi buruk.

"Misal, pengolahan susu menjadi yogurt atau gandum yang diolah menjadi roti merupakan contoh pemrosesan makanan sederhana yang tetap memiliki kandungan gizi," kata Purwiyatno.

Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat tidak menyamaratakan semua teknik pemrosesan makanan sehat menjadi 'sampah'. Hanya karena sesuatu telah melalui proses, menurut Purwiyatno, bukan berarti makanan tersebut tidak sehat untuk dikonsumsi.

UPF juga dapat diperkaya dengan micronutrients dan asam amino yang dapat dikonsumsi tubuh dengan mudah. Proses itu juga lazim dikenal dengan proses fortifikasi. Purwiyatno menjelaskan, beberapa makanan memerlukan fortifikasi dengan penambahan vitamin dan mineral penting untuk mengatasi kekurangan nutrisi, yang mencakup kekurangan zat besi, kalsium, dan vitamin D.

"Beberapa makanan yang diproses fortifikasi dengan penambahan vitamin dan mineral dibutuhkan untuk menggantikan kebutuhan nutrisi yang hilang selama proses pengolahan, seperti zat besi, kalsium dan vitamin D," ucap Purwiyatno.

Peneliti Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan BRIN Ardiba Rakhmi Sefrienda menambahkan, ada kemungkinan zat gizi yang terkandung dalam pangan hilang atau rusak saat proses pembuatan atau pengolahan. Bisa juga hal itu dipicu karena jumlah kandungan gizinya dalam makanan sejak awal memang minim atau kurang.

"Untuk itu perlu fortifikasi, untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas gizi makanan pada total asupan konsumsi pada kelompok, komunitas, atau populasi tertentu," ucap Ardiba dikutip dari laman BRIN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement