REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program pemberdayaan yang dilakukan parsial, valuasi ekonomi rendah, transfer skill terbatas, serta kurangnya eksplorasi potensi lokal berakibat pada dampak program rendah dan tidak terjaminnya keberlanjutan. Faktanya per September 2022 terdapat 26,36 juta masyarakat tergolong miskin, angka stunting 21,6 persen, dan jumlah anak putus sekolah 83 ribu anak (2020/2021), sehingga diperlukan terobosan terpadu dalam pelaksanaan program pemberdayaan.
Pemberdayaan berbasis kawasan adalah program menyeluruh dan memberikan dampak yang berkelanjutan, baik dampak sosial maupun ekonomi. Program yang dikenal dengan Kawasan Mandiri Berdaya (Madaya) ini merupakan penyempurnaan dari program sebelumnya.
Madaya adalah pendekatan intensifikasi program pemberdayaan masyarakat berbasis kawasan. Pemberdayaan dilaksanakan dalam sebuah kawasan yang telah ditetapkan perimeternya, baik berbasis geografi ekologis atau administratif pemerintahan. Program yang dikembangkan multitematik, meliputi pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial budaya dan dakwah. Kawasan juga menjadi wilayah tanggap bencana dan model bagi pengelolaan berbasis kesadaran lingkungan dan adaptasi perubahan iklim.
Implementasi program menggunakan pendekatan metode filantropreneur, yaitu program dengan tiga tahapan: pendampingan mustahik, penguatan kelembagaan kemitraan, dan aliansi nasional sosial enterprise. Program ini mengelolah mustahik menjadi muzakki dengan kemampuan pengelolaan usaha sosial yang baik. Usaha sosial sekaligus dijadikan sebagai modal pengembangan wakaf produktif.
Strategi pertama yang dilakukan adalah pengelolaan kawasan pemberdayaan ekonomi untuk memberikan kepastian terbentuknya sumberdaya bagi pembiayaan program tematik lainnya. Kemudian dikembangkan menjadi kawasan pendidikan, khususnya pendidikan fungsional yang berhubungan langsung dengan komoditas ekonomi yang dikembangkan yang dikuatkan dengan pendidikan berbasis institusi pendidikan formal yang ada di lokasi kawasan.
Tahap selanjutnya adalah pengembangan kawasan sehat. Seluruh kawasan dikelola dengan penguatan perilaku sehat masyarakat berbasis promotif, preventif dan kuratif. Program ini bekerja sama dengan fasilitas kesehatan di lokasi kawasan untuk mengelola 10 isu kesehatan Indonesia, serta menghasilkan kader-kader sehat.
Pengembangan terakhir adalah kawasan pengembangan lingkungan dan budaya. Dalam program ini, kesadaran lingkungan berbasis adaptasi terhadap perubahan iklim dan kesiagaan bencana dikembangkan menjadi sistem sosial di masyarakat. Digunakan juga pendekatan budaya lokal yang memperkuat akar kekeluargaan dan ikatan sosial.
Program Madaya memiliki indikator capaian, yakni tersedianya sumberdaya manusia (SDM) terampil mengelola komoditas, kelompok-kelompok pemberdayaan, kelembagaan ekonomi masyarakat, pusat belajar masyarakat, sekolah bintang, kader pendidikan, penyelesaian isu kesehatan, jumlah kader sehat, peta kesehatan masyarakat, pertumbuhan aset wakaf, kawasan tanggap bencana, kelembagaan kearifan budaya, valuasi aset wakaf produktif, dan adanya revenue wakaf.
Salah satu contoh Kawasan Madaya adalah Program Desa Kopi di Nagari Sirukam seluas 47,5 hektare yang diinisiasi bersama Dompet Dhuafa Singgalang sejak 2019. Produk utamanya greenbeans dengan merek dagang Kopi Solok Sirukam. Intervensi yang diberikan berupa bantuan modal untuk pupuk, pendampingan budidaya tanaman kopi, pasar dan pengembangan produk serta terbentuknya kelembagaan lokal.
Di bidang pendidikan ditumbuhkan pusat belajar masyarakat, sekolah bintang dan pendidikan vokasional terkait tanaman kopi dan produk turunannya. Sedangkan bidang kesehatan meliputi pengentasan stunting dan penguatan kader sehat. Saat ini telah terbentuk Koperasi Solok Sirukam Sepakat dan Kelompok Petani Kopi Cirubuih Indah Non Jaya.
Beberapa dampak program adalah peningkatan harga jual Red Cherry Rp 4.500 per kg menjadi Rp 8.500 - Rp 13.000 per kg (harga komoditas naik 100 hingga 200 persen). Produktivitas kopi yang dinikmati petani dari semula Rp 412.500 per bulan menjadi Rp 816.000 per bulan. Lalu produktifnya lahan ulayat 47,5 ha, tumbuhnya brand kopi lokal dengan merek Kopi Solok Sirukam, dan menjadi etalase pembelajaran budidaya kopi dari hulu ke hilir.
Tentu masih banyak yang harus dilengkapi dari implementasi metode ini. Diperlukan kolaborasi besar dari semua pihak untuk bersama mengelola kemiskinan dan mensyiarkan zakat secara profesional dan bertanggung jawab. Semoga Allah memudahkan kita semua.