REPUBLIKA.CO.ID, SOLO – Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengakui sempat bertukar pesan melalui Whatsapp (WA) dengan Yenny Wahid usai masuk radar bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo.
Putra sulung presiden tersebut mengakui dirinya lah yang mengontak Yenny terlebih dahulu. "Baru saja WA Mbak Yenny, terkait itu (jadi bacawapres Ganjar)," kata Gibran, Selasa (15/8/2023).
"Aku sing takok (aku yang tanya), beneran nggak mbak? Jawabnya rahasia, wis pokoknya rahasia," katanya.
Disinggung soal seberapa intens dirinya bertukar pesan dengan putri presiden ke-4 tersebut, Gibran mengiyakan hal tersebut. "Heem, heem baru saja WA," katanya.
Sebagai kader PDIP, Gibran sendiri mempunyai pandangan bagus soal sosok Yenny yang jadi kandidat pendamping Ganjar. Ditanya apakah itu juga salah satu langkah menggaet suara dari NU, ia tak menyangka hal tersebut.
"Bagus, bagus, dalam semua hal bagus. (Menarik massa NU?) Dari NU, dari para perempuan, tokoh-tokoh perempuan, bagus, bagus," katanya.
Gibran juga berpendapat sosok Yenny juga mampu mengerek elektabilitasnya Ganjar jika jadi cawapresnya. "Oh, bisa banget, bagus," katanya.
Kendati demikian, Gibran menegaskan bahwa keputusan akhirnya ada di ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Loh, tapi keputusan ada di ketua umum, ya, saya kan hanya berkomunikasi dengan siapa pun yang dikunjungi oleh Pak Ganjar yang disowani siapa, saya kan pasti komunikasi. Gimana, Mbak, arahannya gimana? Arahan dari Pak Ganjar gimana? Kalau saya, nunggu perintah saja," katanya.
Seperti diketahui, pertemuan antara Ganjar dan Yenny tersebut berlangsung ketika dirinya mengunjungi istri presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Sinta Nuriyah, di Ciganjur, Jakarta Selatan.
"Pertama, terkait hukum, seperti diceritakan Gus Dur dalam tulisannya, hukum positif yang berlaku di Indonesia telah mengakomodasi aspek penting dalam hukum Islam atau syariat di dalamnya, yaitu ketahanan (deterrence)," kata Ganjar dalam keterangan persnya, Ahad (13/8/2023).
Menurut Gubernur Jawa Tengah itu, hukum positif ke depan perlu adil dan bisa ditegakkan tanpa pandang bulu seperti yang dicita-citakan Gus Dur dan Wahid Hasyim.
"Bukan tumpul ke bawah dan tajam ke atas, kemudian menjadi kunci keberhasilan negara atas rakyatnya. Dalam hal ini, adalah mewujudkan baldatun thayibatun wa rabun ghafur," kata Ganjar.