Senin 14 Aug 2023 07:20 WIB

Skenario Poros Koalisi Pilpres Seusai Golkar-PAN Resmi Dukung Prabowo dan KIB Bubar

Usai Golkar dan PAN resmi dukung Prabowo, empat poros koalisi mustahil terwujud.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersiap menandatangani nota kerjasama politik disaksikan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar saat deklarasi dukungan Pilpres 2024 di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Ahad (13/8/2023). Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkoalisi bersama Partai Gerindra sekaligus mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu 2024
Foto: Prayogi/Republika
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersiap menandatangani nota kerjasama politik disaksikan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar saat deklarasi dukungan Pilpres 2024 di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Ahad (13/8/2023). Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkoalisi bersama Partai Gerindra sekaligus mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu 2024

Oleh : Andri Saubani, Redaktur Polhukam Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) pada Ahad (13/8/2023), resmi mendeklarasikan dukungan mereka untuk bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang sebelumnya terdiri atas Golkar, PAN, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) praktis bubar karena diketahui, PPP telah lebih dulu merapat ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres.

Skenario empat poros koalisi Pilpres 2024 pun otomatis ambyar. Golkar dan KIB ternyata tak berhasil membuat koalisi mandiri hingga beberapa bulan menjelang pendaftaran pasangan capres-cawapres ke KPU. 

Padahal, setahun lalu lembaga-lembaga survei lewat hasil survei mereka sempat percaya diri akan proyeksi empat poros koalisi Pilpres 2024. Proyeksi itu merujuk pada aturan syarat presidential threshold (PT) 20 persen bagi parpol dan gabungan parpol pengusung pasangan capres-cawapres. 

Poros pertama adalah KIB yang terdiri dari Golkar, PAN, dan PPP. Secara perolehan suara sah nasional pada Pemilu 2019, Golkar memperoleh 12,31 persen, PAN 6,84 persen dan PPP 4,52 persen. Total, perolehan suara sah nasional koalisi mencapai 23,67 persen.

Poros kedua adalah Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang terdiri dari Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Koalisi tersebut juga sudah memenuhi PT 20 persen, di mana Gerindra memiliki 13,57 persen suara dan PKB sebesar 10,09 persen. Poros kedua ini sudah tentu akan mengusung Prabowo Subianto sebagai capres.

Poros ketiga adalah Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat. Ketiga partai juga telah memenuhi ambang batas pencalonan presiden, di mana Nasdem (10,26 persen), Demokrat (9,39 persen), dan PKS (8,7 persen). Poros yang kemudian mendeklarasikan diri sebagai Koalisi Perubahan untuk Persatuan ini mengusung Anies Baswedan sebagai capres.

Poros terakhir adalah PDIP. Meski sendiri, partai berlambang kepala banteng itu sudah memenuhi presidential threshold, karena telah memiliki suara sebesar 22,26 persen.

Namun, dalam perjalanannya skenario empat poros koalisi di atas sedikit demi sedikit terkikis oleh hipotesis bahwa, politik itu dinamis. Kasak-kusuk di belakang layar para elite politik hingga faktor eksternal di luar politik akhirnya mereduksi kemungkinan adanya empat pasang capres-cawapres di Pilpres 2024.

Dimulai dari PDIP yang resmi mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai capres dan disusul merapatnya PPP, menjadi pertanda awal akan bubarnya KIB. Padahal, KIB diyakini dibuat sebagai 'sekoci' Ganjar jika nantinya PDIP tetap kekeuh mengusung Puan Maharani demi mempertahankan eksistensi trah Soekarno di level elite kepemimpinan negeri ini.

Kondisi KIB menjadi bertambah rawan setelah Golkar diterpa isu munaslub guna mendongkel kepemimpinan Airlangga Hartarto. Senior Golkar, Jusuf Kalla pun mengakui, lambatnya Airlangga mengambil keputusan di KIB menjadi penyebab lain tak mampunya partai berlambang pohon beringin itu untuk mengusung capres-cawapres sendiri.

Saat ini, tiga poros koalisi tersisa adalah koalisi PDIP-PPP dengan Ganjar Pranowo capresnya; Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya plus Golkar dan PAN yang mengusung Prabowo sebagai capres; dan Koalisi Perubahan dan Persatuan dengan capres Anies Baswedan.

Skenario tiga poros koalisi ini pun sebenarnya belum bisa dipastikan akan bisa terwujud. Koalisi parpol pengusung Anies masih bisa bubar di tengah jalan karena mereka belum kompak soal siapa yang akan menjadi pendamping Anies.

Jika berbicara di depan media, Koalisi Perubahan selalu bilang menyerahkan sepenuhnya keputusan menentukan cawapres di tangan Anies. Namun diketahui, tiga parpol di koalisi ini sebenarnya juga punya jago masing-masing.

Nasdem berdasarkan informasi yang beredar menginginkan cawapres perempuan dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) seperti Khofifah Indar Parawansa atau Yenny Wahid, sementara Demokrat masih berambisi menjadikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres untuk Anies. Adapun PKS, menjadi parpol yang tidak ngotot karena sepertinya mereka tahu diri tidak ada kader PKS yang elektabilitasnya bersaing dengan tokoh-tokoh yang selama ini sering digadang-gadang oleh lembaga survei.

Dalam waktu dekat, AHY akan kembali mengadakan pertemuan dengan Puan Maharani. Penjajakan antara keduanya bisa saja berujung pada gembosnya Koalisi Perubahan dan Persatuan, jika kemudian Demokrat tidak setuju dengan cawapres pilihan Anies. 

Seperti diketahui, rezim saat ini beserta pendukungnya menginginkan adanya keberlanjutan, bukan paradigma perubahan yang diusung kubu pendukung Anies Baswedan. Koalisi parpol dengan semangat keberlanjutan bisa jadi akan head-to-head, di mana hanya akan dua capres, yakni Prabowo dan Ganjar bertarung tahun depan.

Namun, skenario tiga pasang capres-cawapres juga masih sangat mungkin terwujud jika Anies bisa merawat kenyamanan anggota parpol pengusungnya di Koalisi Perubahan dan Persatuan. Siapa yang akan dipilih Anies menjadi cawapresnya sepertinya akan menentukan masa depan eksistensi koalisinya dan poros ketiga kekuatan perubahan di Pilpres 2024. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement