REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjalanan Partai Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden Pilpres 2024 menemui jalan bercabang. Gerindra harus memilih salah satu di antara dua pilihan, yakni menyelamatkan tiket pencapresan, atau mengamankan dukungan dari keluarga dan pengikut mantan presiden berpengaruh.
Di satu sisi, Partai Gerindra yang memiliki 13,6 persen kursi di DPR RI membutuhkan dukungan dari partai parlemen lainnya untuk mencukupi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen agar bisa mengusung Prabowo. Gerindra sebenarnya sudah membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang punya 10,1 persen kursi di parlemen.
Kendati koalisi tersebut sudah terbentuk selama satu tahun, nyatanya kedua partai itu tak kunjung mencapai kesepakatan untuk menjadikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai cawapres pendamping Prabowo. Belakangan, Imin mengancam bakal meninggalkan Gerindra jika tak kunjung dipinang sebagai cawapres, apalagi kini ada peluang bagi partainya bergabung dengan PDIP.
"Kalau kemudian PDIP memberi harapan baru pada saya, itu barangkali nanti kalau tidak ada kepastian di Gerindra, ya ikut PDIP saja," ujar Imin di kantor DPP PKB, Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Di sisi lain, Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid menegaskan bahwa keluarga besar dan pengikut almarhum Presiden Ke-4 RI Gus Dur tidak akan mendukung Prabowo dalam Pilpres 2024 apabila Cak Imin menjadi cawapres. Sebagaimana disampaikannya dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi nasional, putri kedua Gus Dur itu menyebut keluarganya dan Gusdurian bersedia mendukung Prabowo jika PKB hanya jadi partai pengusung.
Sebagai catatan, hubungan keluarga Gus Dur dan Cak Imin memang tidak harmonis sejak beberapa tahun terakhir. Pertikaian keduanya terkait dengan kepemimpinan PKB, partai yang didirikan Gus Dur.
Menanggapi persoalan ini, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani tampak ingin mengamankan kedua-duanya, baik dukungan dari PKB maupun keluarga Gus Dur.
Muzani menyebut, Cak Imin masih menjadi kandidat cawapres paling potensial untuk mendampingi Prabowo. Ketika ditanya soal kemungkinan PKB meninggalkan Gerindra apabila Imin tak jadi cawapres, Muzani menyampaikan jawaban diplomatis.
"Komunikasi kami dengan PKB, termasuk dengan Muhaimin terbilang baik dan sangat intensif," ujarnya kepada wartawan usai acara konsolidasi akbar pengurus Partai Gerindra Jakarta Selatan di Lapangan Blok S, Sabtu (12/8/2023).
Saat ditanya soal pernyataan Yenny Wahid, Muzani malah menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan untuk menjadikan Cak Imin sebagai cawapres. Dia juga menyampaikan jawaban diplomatis soal kemungkinan tidak mendapat dukungan dari keluarga dan pengikut Gus Dur, seorang kiai berpengaruh yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PBNU.
"Hubungan kami (Gerindra) dengan Mba Yenny baik-baik saja. Insya Allah semuanya berjalan lancar," kata Muzani.
Dilema yang dihadapi Gerindra ini mencuat saat elektabilitas Prabowo Subianto sedang memuncaki tabel klasemen. Hasil sejumlah lembaga survei mendapati tingkat keterpilihan Prabowo selalu berada di atas 30 persen selama beberapa bulan terakhir. Tempat kedua dan ketiga ada nama Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Uniknya, Gus Dur pernah meramalkan bahwa Prabowo akan menjadi presiden RI pada usia tua. Sebagai catatan, Prabowo akan berumur 72 tahun saat Pilpres 2024.
“Gus Dur bilang, Anda (Prabowo) masih muda. Sabar dulu, nanti setelah memasuki masa tua akan jadi pemimpin (presiden). Dia (Gus Dur) bilang begitu," kata mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, sosok yang dekat dengan Gus Dur, pada tahun 2014 silam.
Penceramah muda Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah meyakini ramalan Gus Dur itu akan terwujud pada Pilpres 2024 ini. “Saya ingat apa yang disampaikan Gus Dur: Prabowo Subianto akan menjadi presiden di usia tua. Mungkin tahun ini adalah jawaban untuk Pak Prabowo Subianto,” ujarnya di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Sabtu (3/6/2023).