REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi soal pengurangan hukuman terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Menurut Mahfud, hukuman ini secara kualitas sama dengan hukuman mati.
“Secara kualitas hukuman mati dan hukuman seumur hidup praktisnya sama. Yakni, sama-sama hukuman dengan huruf yaitu mati dan seumur hidup, bukan sekian angka,” kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (8/8/2023).
Mahfud menyebut, kalaupun putusan Mahkamah Agung (MA) menguatkan hukuman mati, eks Kadiv Propam Polri itu tak langsung dieksekusi. Sebab, saat hukumannya berjalan 10 tahun, KUHP baru, yakni UU Nomor 1 Tahun 2023 sudah berlaku.
“Menurut KUHP baru tersebut terpidana mati yang belum dieksekusi setelah menjalani hukuman 10 tahun hukumannya bisa diubah menjadi hukuman seumur hidup,” jelas Mahfud.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengubah hukuman pidana mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup. Putusan tersebut, hasil kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dan terdakwa terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J).
Selain mengubah putusan mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu, majelis agung juga mengubah hukuman terhadap tiga terdakwa lainnya. Sang istri, Putri Sambo, diringankan dari 20 tahun menjadi 10 tahun penjara.
Pejabat Humas MA Sobandi mengatakan, kasasi diputuskan pada Selasa (8/8/2023) di Jakarta.
“Terhadap kasasi terdakwa Ferdy Sambo amar putusan kasasi: tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan,” ujar Sobandi di Gedung MA, Jakarta, pada Selasa (8/8/2023).
Perbaikan kualifikasi tersebut berupa penegasan bahwa terdakwa Ferdy Sambo melakukan pembunuhan berencana bersama-sama. Menurut Sobandi, bahwa terdakwa Ferdy Sambo, tanpa hak telah melakukan tindakan yang berakibat pada sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya, yang dilakukan secara bersama-sama.
“Dengan hukuman pidana penjara seumur hidup,” demikian dalam putusan kasasi.
Sobandi mengatakan, kasasi tersebut diadili oleh lima hakim agung. Hakim Suhadi selaku ketua majelis kasasi, dan empat anggota lainnya, Hakim Suharto, Hakim Jupriyadi Hakim Desnayeti, dan Hakim Yohanes Priyatna.
Menurut Sobandi, pidana mati menjadi penjara seumur hidup dalam putusan kasasi tersebut tak bulat. Karena dikatakan dia, ada dua hakim yang menyatakan dissenting opinion atau menyatakan berbeda pendapat.
“P1 dan P3 dissenting opinion,” ujar Sobandi melanjutkan.