Ahad 30 Jul 2023 15:40 WIB

Lebih dari Setengah Penghuni Rusunawa Nunggak Biaya Sewa

Pemprov DKI Sebut lebih dari setengah penghuni rusunawa menunggak biaya sewa.

Rep: Eva Rianti/ Red: Bilal Ramadhan
Seorang warga membawa air kemasan galon di Rumah Susun Tambora, Jakarta Barat (ilustrasi). Pemprov DKI Sebut lebih dari setengah penghuni rusunawa menunggak biaya sewa.
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Seorang warga membawa air kemasan galon di Rumah Susun Tambora, Jakarta Barat (ilustrasi). Pemprov DKI Sebut lebih dari setengah penghuni rusunawa menunggak biaya sewa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta mencatat lebih dari setengah jumlah penghuni rumah susun sewa (rusunawa) milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menunggak biaya sewa.

“Jumlah unit terisi 24.130 unit. Jumlah unit yang menunggak 13.856 unit,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DPRKP DKI Jakarta Retno Sulistiyaningrum kepada Republika, baru-baru ini. Artinya ada sekitar 57 persen jumlah penghuni rusunawa milik Pemda DKI Jakarta yang tidak membayar biaya sewa bulanan.

Baca Juga

Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan, angka biaya sewanya berbeda-beda dengan dua pembagian yakni penghuni rusunawa terprogram dan umum.  

Untuk rusunawa dengan bangunan blok, biaya sewa untuk penghuni terprogram tipe 36 berkisar di angka Rp 294 ribu sampai Rp 394 ribu per bulan. Sementara untuk penghuni umum di angka sekitar Rp 565 ribu hingga Rp 765 ribu per bulan.

Adapun untuk rusunawa dengan bangunan tower, biaya sewa untuk penghuni terprogram dengan tipe 36 yakni Rp 505 ribu per bulan. Sementara untuk penghuni rusunawa umum yang merupakan masyarakat berpenghasilan rendah (Rp 2,5 juta sampai Rp 4,5 juta) dikenai biaya Rp 765 ribu per bulan, sedangkan jika berpenghasilan di atas itu dikenai biaya sewa Rp 1,5 juta per bulan.

Retno menjelaskan, ada berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya tunggakan biaya sewa dari para penghuni rusunawa. Terutama faktornya adalah masalah ekonomi dimana banyak warga rusun yang bekerja di sektor informal. Misalnya sebagai tukang ojek online, buruh pasar, dan pedagang.

“Selain itu, warga yang direlokasi (penghuni rusunawa terprogram) kebanyakan bekerja dekat dengan rumah asal sebelum direlokasi. Ketika masuk ke rusun, tidak bisa lagi bekerja atau berjualan karena jauh dari lokasi asal,” tutur Retno.

Faktor lainnya yakni terbatasnya sarana untuk tempat usaha di rusun. Sedangkan warga yang ingin berusaha atau berdagang banyak. Kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi pada tiga tahun terakhir juga dinilai mengganggu stabilitas ekonomi warga karena banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Itu menyumbang kontribusi membengkaknya tunggakan,” ujar dia.

Retno menyebut DPRKP DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya untuk meminilisasi dan mengatasi masalah ekonomi yang dialami oleh para penghuni rusunawa.

Diantaranya adalah melakukan upaya pemberdayaan yang bekerjasama dengan SKPD terkait maupun CSR perusahaan untuk membekali soft skill warga agar dapat bersaing dalam melamar pekerjaan atau membuka usaha sendiri.

“Bahkan sebagian besar menjadi PJLP (pekerja penyedia jasa lainnya perorangan) di rusun,” kata dia.

Retno menegaskan bahwa para penghuni rusunawa dapat membayarkan biaya sewa sebagaimana peraturan yang berlaku. Sehingga tunggakan yang ada diharapkan bisa segera dilunasi, kemudian bisa rutin membayar kewajibannya setiap bulan sebagai bentuk retribusi daerah.

“Sesuai Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah dimana pembayaran sewa rusunawa termasuk dalam kategori retribusi dan penghuni rusunawa adalah wajib retribusi (WR) sehingga pembayaran sewa rusunawa seharusnya dibayarkan setelah WR mendapatkan layanan hunian dari Pemprov DKI Jakarta cq. (casu quo: lebih spesifik) DPRKP,” tutur dia.

Sebelumnya diberitakan, pengamatan Republika di Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta Timur, sangat banyak penghuni rusunawa, terutama kategori terprogram yang menunggak biaya sewa. Angkanya banyak yang mencapai hingga puluhan juta rupiah. Dengan patokan biaya sewa Rp300 ribu per bulan ternyata dinilai masih memberatkan warga kategori terprogram sehingga tunggakan pun kian menumpuk.

Warga Rusunawa Jatinegara Barat sendiri dominannya adalah para warga Kampung Pulo ‘korban’ penggusuran di kawasan Kali Ciliwung yang rerata merupakan pedagang. Namun kehilangan mata pencahariaan saat pindah ke rusun.

Para warga yang menunggak kemudian mengalami kesulitan atau impas atas tunggakan itu berupa masalah administrasi, diantaranya menjadi sulit mendapatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan untuk anak.

Para penghuni rusunawa berharap agar Pemerintah bisa melakukan pemutihan terhadap tunggakan mereka. Saat ini para warga masih berupaya berkomunikasi dengan legislatif untuk mencari jalan keluar dari masalah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement