Senin 17 Jul 2023 16:33 WIB

Banyak yang Nunggak Uang Sewa, Penghuni Rusunawa Minta Bantuan DPRD DKI

Banyak yang menunggak uang sewa, penghuni Rusunawa Jatinegara minta bantuan DPRD.

Rep: Eva Rianti/ Red: Bilal Ramadhan
Warga beraktivitas di rumah susun sewa (Rusunawa) jatinegara Barat, Jakarta Timur. Banyak yang menunggak uang sewa, penghuni Rusunawa Jatinegara minta bantuan DPRD.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga beraktivitas di rumah susun sewa (Rusunawa) jatinegara Barat, Jakarta Timur. Banyak yang menunggak uang sewa, penghuni Rusunawa Jatinegara minta bantuan DPRD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ratusan nama terpampang di sebuah majalah dinding di depan bangunan rumah susun sewa (rusunawa) Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Tertulis di papan informasi itu ‘Data Kewajiban Pembayaran Sewa Rusun Jatinegara Barat’.

Tercantum setidaknya ada 516 nama yang diklaim memiliki tunggakan biaya sewa rusunawa per Mei 2023. Angkanya beragam. Ada yang hanya puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan hingga puluhan juta rupiah. Pengamatan Republika, angka tertinggi tunggakan itu mencapai hingga Rp 38 juta.

Baca Juga

Seorang warga Rusunawa Jatinegara Barat, Lita mengungkapkan bahwa nama-nama yang tercantum di dalam mading tersebut adalah para penyewa rusunawa yang tidak bisa membayar biaya sewa hunian. Sehingga kian menumpuk tiap bulannya hingga ada yang mencapai puluhan juta rupiah.

“Banyak yang nunggak. Ada yang Rp 30 juta, ada yang hampir Rp 40 juta,” kata Lita saat ditemui Republika di Rusunawa Jatinegara Barat, Ahad (16/7/2023).

Biaya sewa untuk warga terprogram disebut dikenai sebesar Rp 300 ribu per bulan. Sementara bagi warga umum dikenakan biaya sewa sebesar Rp 460 ribu per bulan. 

Bu Lita bercerita, para warga Rusunawa Jatinegara Barat dominannya adalah para warga Kampung Pulo ‘korban’ penggusuran di kawasan Kali Ciliwung. Rerata mata pencaharian mereka adalah pedagang.

“Kita ini kan mayoritas pedagang. Kalau di sini (rusunawa) hilang mata pencaharian. Hancur usaha. Kalau di sana (tempat tinggal sebelumnya dekat Kali Ciliwung) tenang, kerjaan ada. Kalau di sini bayar biaya sewa atau ngontrak, bayar listrik, bayar air, bebannya banyak,” ungkapnya.

Jika bertempat tinggal di dekat Kali Ciliwung dulu, Lita berujar bahwa pengeluaran total bisa hanya Rp 300 ribu per bulan meliputi banyak akses kebutuhan. Sementara itu, tinggal di rusunawa membuat pengeluaran mereka menjadi membengkak, bahkan bisa sampai jutaan rupiah per bulan.

“Di sini (Rusunawa Jatinegara Barat) sebenarnya bisa dibilang paling murah, tetapi sudah murah pun pada enggak bisa bayar,” tutur dia.

Menurut penuturan Lita, yang juga merupakan Ketua RT 01 Rusunawa Jatinegara Barat tersebut, para warga rusunawa yang menunggak biaya sewa akan mendapatkan tanda penyegelan. Meski disegel, warga tetap tinggal di rusunawa tersebut karena tidak punya pilihan. Dia menyebut, untuk warga terprogram –korban penggusuran- berapapun tunggakannya, tetap tinggal di situ.

Namun menurut pengakuannya, kesulitannya ada pada masalah administrasi. Seperti jika kasusnya warga rusunawa menikah dengan warga luar rusunawa akan dipersulit masalah KK-nya. Hal itu berdampak pada nasib anak-anak mereka yang juga dipersulit masalah administrasinya hingga tidak bisa mendapatkan fasilitas-fasilitas yang persyaratannya berupa KK, baik fasilitas pendidikan maupun kesehatan.

“Misalnya saya mau ke kelurahan mengurus sesuatu. Pihak kelurahan akan bilang ‘Wah enggak bisa nih bu, harus ada surat rekomendasi dari pengelola rusunawa’. Lalu di pengelola kita mentok karena tunggakan. Kayak warga saya nikah, suami dan anaknya belum masuk KK, gimana mau dapat BPJS, sedangkan BPJS persyaratannya harus ada KK. Gimana mau bikin akte? Kan harus ada KK. Itu kebanyakan dialami warga terprogram,” ujar Lita yang mengaku aktif sebagai seorang pekerja sosial masyarakat (PSM).

Lita mengaku telah beberapa kali mendatangi Gedung DPRD DKI Jakarta untuk meminta bantuan ‘wakil rakyat’ atas kasus tersebut. Sempat ada bantuan berupa waktu dispensasi pembayaran, namun dia menyebut hal itu juga tidak menjadi solusi.

Dia mencontohkan seorang warga yang merupakan janda dengan lima orang anak yang memiliki tunggakan sebanyak Rp 15 juta. Lantas meminta keringanan dan diberikan keringanan dengan membayar tunggakan minimal Rp 10 juta.

Ternyata yang bersangkutan tidak bisa membayar karena memang benar-benar tidak mampu. Menurut penuturannya, bahkan yang bersangkutan sempat dimatikan listriknya dan dialiri air dengan intensitas kecil.

“Saya ngadep DPRD. Akhirnya dikasih waktu tiga bulan setelah ngadep DPRD, tapi selama tiga bulan itu tetap saja enggak ketemu uang Rp10 juta. Ada banyak orang terancam terusir dari sini karena kasus kayak gitu. Ini saya masih urus, kita sudah berusaha mengundang untuk audiensi, termasuk Kepala UPRS (Unit Pengelola Rumah Susun). Biar bagaimanapun terus terang yang saya perhatikan yang benar-benar lansia dan enggak ada mata pencaharian, dan juga kasian pada anak-anak,” jelas dia.

Lebih lanjut, Lita mengungkapkan bahwa keinginan warga terhadap DPRD DKI Jakarta adalah dengan memutihkan tunggakan biaya sewa tersebut. Upaya itu dinilai bisa meringankan beban para warga rusunawa.

“Kan ada dana diputihkan dari pemerintah. Maksudnya, dinol-kan,” harap dia. Lita mengatakan, dirinya akan terus berupaya menyuarakan kondisi warga rusunawa kepada legislatif dan eksekutif agar ada titik temu atas permasalahan yang terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement