Sabtu 29 Jul 2023 17:22 WIB

Stafsus Presiden: Pembelajaran Daring Bisa Tekan Angka Putus Sekolah

Putus sekolah di SMA menjadi yang tertinggi di tahun 2022 karena mencapai 1,38 persen

inisiatif Pijar dari Telkom dalam menurunkan angka putus sekolah.
Foto: dok. Republika
inisiatif Pijar dari Telkom dalam menurunkan angka putus sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data BPS tahun 2022 menyebutkan, angka putus sekolah di Indonesia masih naik. Jumlah putus sekolah terjadi di seluruh jenjang pendidikan, baik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA).

Putus sekolah di SMA menjadi yang tertinggi di tahun 2022 karena mencapai 1,38 persen atau naik dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 1,12 persen. Jadi,  ada 13 siswa dari seribu siswa di Indonesia yang putus sekolah pada jenjang SMA. 

Sementara angka putus sekolah di tingkat SMP sepanjang tahun 2022 menyentuh angka 1,06 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 0,90 persen. Sedangkan pada tingkat SD, angka putus sekolah tahun lalu sebesar 0,13 persen, tetap lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 0,12 persen.

Sebagai upaya terus meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemanfaatan teknologi bisa menjadi solusi. Misalnya, seluruh anak di Indonesia bisa mendapatkan pendidikan berkualitas melalui berbagai platform daring yang sudah sangat mudah diakses. Dengannya,  setiap anak di Indonesia bisa mendapatkan kualitas pendidika merata, serta bisa diakses dari mana saja dan kapan saja. 

Salah satu dari sekian banyak platform daring tersebut adalah platform Pijar, sebuah produk digital di bawah payung Leap Telkom Digital dari PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom). Terdapat dua produk utama di dalam platform Pijar. Yakni, Pijar Sekolah dan Pijar Belajar.

Billy Mambrasar, Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Pendidikan, Inovasi, dan Daerah Terluar mengatakan, pembelajaran-pembelajaran digital seperti ditawarkan Pijar, layak dan patut dijadikan opsi dalam peningkatan IPM. 

Lebih khususnya lagi menurunkan angka putus sekolah karena bisa memberikan alternatif pembelajaran menyenangkan dari mana saja. 

"Zaman sudah berubah selepas pandemi, belajar tak selalu harus di dalam kelas dan ada guru di depan murid. Metode belajar daring sudah lebih beragam dan menyenangkan murid," kata dia dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Sabtu (29/7/2023). 

Dia menilai, karakter generasi Z sebagai murid tingkat dasar dan menengah, adalah early adopter technologies sekaligus digital native. Artinya, sejak lahir mereka terbiasa dengan perangkat digital dan cenderung mau menjadi pengguna pertama perangkat dan aplikasi digital. 

"Pengalaman pandemi kemarin kala anak-anak gunakan Zoom dan Google Class Room, juga mewariskan pengalaman belajar daring yang lebih baik dari dekade-dekade sebelumnya," sambung putra pertama Papua yang lulus dari Harvard dan Oxford University tersebut. 

Billy mengapresiasi inisiatif Pijar dari Telkom dalam menurunkan angka putus sekolah. Apalagi, aplikasi tersebut juga mendukungnya secara resmi dalam kegiatan PIKM (Pusat Inovasi Kewirausahaan Masyarakat) di tujuh provinsi luar Pulau Jawa kriteria daerah terluar. 

Melalui PIKM, masyarakat di daerah terluar bisa peroleh modul pembelajaran daring dengan instruktur profesional dan berpengalaman bahkan tanpa biaya sepeserpun. 

Steven Sutantro, Lead Coach REFO Indonesia, berpendapat serupa. Menurut dia, platform edtech (education tech) seperti Pijar berperan penting dalam menurunkan rate putus sekolah. Sebab, edtech dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang tentunya akan memperkaya pengalaman dan motivasi belajar siswa.

"Tentunya dengan edtech di Indonesia akan berdampak mentransformasi pembelajaran menjadi lebih efektif efisien yang akan berpengaruh kepada kualitas hasil pembelajaran yang berpengaruh langsung ke IPM," sambung salah satu pembesut sistem edtech itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement