REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tim kuasa hukum PT Hitakara mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Presiden Joko Widodo, Menko Polhukam Mahfud MD, dan Ketua Komisi II DPR Bambang Wuryanto. Permohonan perlindungan hukum itu dilakukan dengan mengirimkan surat kepada ketiga pihak oleh tim Kuasa Hukum PT Hitakara yakni Andi Syamsurizal Nurhadi dan Henry Lim.
Tim kuasa hukum memohon perlindungan hukum terkait dengan putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Hitakara. Andi Syamsurizal mengaku, surat yang dikirim ke Presiden Jokowi bernomor ref.no.015/SRT/TIM ADV-HITAKARA/2023 yang dikirim pada Jumat (28/7/2023).
Sementara surat untuk Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto dan Menkopolhukam Mahfud MD masing-masing bernomor Ref.no.017/SRT/TIM ADV-HITAKARA/2023 serta Ref.no.016 /SRT/TIM ADV-HITAKARA/2023 pada tanggal 28 Juli 2023.
“Melalui surat ini menghadap kepada yang terhormat bapak Presiden Republik Indonesia untuk menyampaikan pengaduan dan permohonan perlindungan hukum terkait proses PKPU PT Hitakara nomor:63/PDT.SUS-PKPU/2022/PN.Niaga.SBY,” dikutip dari surat tim kuasa hukum PT Hitakara, Jumat (28/7/2023).
Dalam surat itu, tim kuasa hukum menyebut, PT Hitakara tidak mempunyai cara selain mengadu dan memohon kepada Presiden. Sebab, pihaknya sudah berkali-kali mengadu dan mengajukan permohonan perlindungan kepada instansi namun tidak kunjung ada jawaban.
“Kenyataaan sampai dengan saat ini tidak ada tanggapan dan tidak ada tindakan yang diambil sementara apabila keadaan ini dibiarkan terus dan tidak segera diperbaiki maka akan merugikan klien kami dan pelanggaran hukum yang telah terjadi akan semakin kompleks dan akan merusak serta mengacaukan tatanan hukum, pelaksaanaan hukum, dan penegakan hukum khususnya bidang kepailitan,” tulis surat itu.
Sebelumnya, tim kuasa hukum PT Hitakara telah melayangkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY), hingga Mahkamah Agung (MA) terkait Putusan PKPU PT Hitakara.
Tim kuasa hukum Hitakara mengadukan proses putusan pengadilan terkait permohonan atau PKPU. Menurut tim kuasa hukum Hitakara, seharusnya PKPU ditolak karena tidak terbukti.