Rabu 26 Jul 2023 21:07 WIB

KPK Dalami Dugaan Sekretaris MA Hasbi Hasan Gunakan Uang Suap untuk Berobat ke Luar Negeri

Dugaan ini didalami dengan memeriksa seorang dokter bernama Rustan Efendi.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Tersangka sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan mengenakan pakaian tahanan saat dihadirkan dalam konferensi pers pengumuman penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/7/2023). KPK resmi melakukan penahanan terhadap tersangka Hasbi Hasan terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara di lingkungan MA.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan mengenakan pakaian tahanan saat dihadirkan dalam konferensi pers pengumuman penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/7/2023). KPK resmi melakukan penahanan terhadap tersangka Hasbi Hasan terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara di lingkungan MA.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif, Hasbi Hasan menggunakan uang hasil suap untuk berobat ke luar negeri. Dugaan ini pun didalami dengan memeriksa seorang dokter bernama Rustan Efendi pada Selasa (25/7/2023).

"Didalami pengetahuannya dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan pemanfaatan uang oleh tersangka HH dari hasil suap pengurusan MA untuk cek kesehatan di luar negeri," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (26/7/2023).

Baca Juga

Ali tak membeberkan jumlah uang yang digunakan maupun negara tujuan Hasbi untuk berobat. Namun, KPK meyakini keterangan Rustan dapat membantu proses penyidikan kasus suap yang menjerat Hasbi.

Sebelumnya, KPK resmi menahan Hasbi Hasan. Dia diduga menerima uang sebesar Rp 3 miliar usai membantu pengondisian penanganan perkara kasasi di MA

Kasus ini berawal saat Debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka mengajukan kasasi ke MA lantaran tidak puas putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang membebaskan terdakwa Budiman Gandi Suparman. Heryanto kemudian menunjuk Theodorus Yosep Parera sebagai pengacaranya.

Setelah itu, Heryanto menghubungi kenalannya, yakni eks Komisaris Wika Beton, Dadan Tri Yudianto yang memiliki relasi di MA untuk meminta bantuan mengawal proses kasasi tersebut. Keduanya pun membuat kesepakatan.

Dari komunikasi antara Heryanto dan Yosep Parera ada sejumlah skenario yang diajukan untuk mengabulkan kasasi tersebut. Skenario itu disebut dengan istilah 'jalur atas' dan 'jalur bawah' dan disepakati penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak yang memiliki pengaruh di Mahkamah Agung. Salah satunya adalah Hasbi Hasan selaku Sekretaris Mahkamah Agung.

Selanjutnya, Heryanto memerintahkan Yosep Parera untuk mengirimkan susunan Majelis Hakim tingkat kasasi ke Dadan pada Maret 2022. Lalu, Heryanto bertemu dengan Dadan dan Yosep Parera di Rumah Pancasila Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah sebagai bentuk keseriusan pengawalan kasasi di MA.

Dalam pertemuan itu, Dadan juga sempat melakukan komunikasi dengan Hasbi melalui sambungan telepon. Dia meminta Hasbi untuk turut serta mengawal dan mengurus kasasi perkara Heryanto di MA dengan disertai adanya pemberian sejumlah uang. Hasbi sepakat dan menyetujui untuk turut ambil bagian dalam mengawal dan mengurus kasasi itu.

Setelah terjalin kesepakatan, terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah di tingkat kasasi dan dipenjara lima tahun. Kemudian, sekitar Maret sampai dengan September 2022 Heryanto mentransfer uang ke Dadan sebanyak tujuh kali dengan jumlah sekitar Rp 11,2 miliar.

"Dari uang Rp 11,2 miliar tersebut, DTY kemudian membagi dan menyerahkannya pada HH sesuai komitmen yang disepakati keduanya dengan besaran yang diterima HH sejumlah sekitar Rp 3 miliar," jelas Ketua KPK Firli Bahuri.

 

photo
Tujuh Hakim Agung Baru di Mahkamah Agung - (Infografis Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement